Analisis Bahasa dan Kasus Hukum
Oleh
: Akhsanul Marom
Jurusan
Bahasa dan Sastra Inggris
Fakultas
Adab dan Humaniora-Universitas Islam Negeri Jakarta
E-mail
: achsanul.marom14@mhs.uinjkt.ac.id
achsanulmarom@gmail.com
Abstrak
Salah satu
interdisipliner dari linguistik yang masih baru dan kurang diperhatikan oleh
masyarakat Indonesia bahkan oleh kelompok penegak keadilan adalah forensik
Linguitik.cabang ini adalah wujud dari pengaplikasian linguistik atau
kebahasaan dalam ranah hukum, bidang kajiannya adalah sesuatu yang berkaitan
dengan kebahasaan dalam sebuah pengadilan hukum, seperti : plagiarism, dokumen
yang bersifat legal, penistaan, dll. Kehadiran seorang ahli linguistik sering
kali sangat dibutuhkan untuk memberikan pandangannya berdasarkan keahliannya
terhadap kasus-kasus hukum tertentu. Dalam tulisan ini akan sedikit mengupas
tentang linguistik forensik dan segala hal yang berkaitan dengannya, mulai dari
pengertian, peran seorang linguis dalam bidang hukum, area seorang linguis
forensik, tahap-tahap penyelidikan kasus, linguistik dalam pengadilan, hingga
etika dan aturan saksi ahli.
Pendahuluan
Bahasa dan hukum adalah dua bidang ilmu yang sangat berbeda namun
satu sama lain saling membutuhkan dalam pengaplikasiannya. Kedua bidang ini
belum lama bergabung menjadi satu bidang yang disebut dengan forensik
linguistik, forensik linguistik merupakan salah satu ilmu terapan dari
linguistik dalam ranah hukum. Forensik linguistik (john olsson, 2008) adalah the
interface between language, crime and law, where law includes law enforcement,
judicial matters, legislation, disputes or proceedings in law, and even
disputes which only potentially involve some infraction of the law or some
necessity to seek a legal remedy.
Dari paparan diatas, akhirnya muncullah beberapa peratanyaan
mengenai apa, dimana, bagaimana, siapa yang dimaksud dengan forensik
linguistik. Keeksistensian dari forensik linguistik ini mungkin masih dipandang
dengan sebelah mata, karena tidak lebih dari kedokteran forensik ataupun cabang
forensik yang lain.
Kajian mengenai forensik linguistik bukanlah kajian yang mudah
karena seorang ahli linguistik harus memiliki pengetahuan dibidang lain untuk
mendukung keahliannya dalam bidang kebahasaan untuk menjadi saksi ahli,
meskipun kesaksian yang diberikan oleh ahli linguistik adalah kesaksian
dibidang kebahasaan namun dalam penyilidikan atau menganalis sebuah kasus ahli
linguistik memerlukan keahlian lain seperti dalam hal komputerisasi, budaya
sebuah daerah, dan lain sebagainya.
Peran seorang ahli linguistik sangatlah penting untuk membantu hakim
dalam memberikan keputusan, peran tersebut haruslah didukung juga dengan
etika-etika seorang saksi ahli dan mematuhi aturan atau ketentuan untuk menjadi
seorang ahli.
Sebagai penjelasan lebih lanjut mengenai forensik lingistik perlu
diketahui terlebih dahulu apa yang dimaksud dari masing-masing definisi baik bahasa,
hukum, maupun forensik linguistik, peran seorang linguis, area linguis forensik,
tahap-tahap penyelidikan kasus, linguis dalam pengadilan, serta etika dan
aturan saksi ahli.
Sederet Pengertian
Bahasa adalah sebuah alat yang digunakan setiap makhluk untuk
memahami dan menjadikan paham sesuatu dalam segala hal. Tidak bisa dipungkiri
setiap makhluk hidup pasti memiliki dan membutuhkan bahasa sebagai alat utama
dalam sebuah hubungan. Oleh sebab ini, banyak para ahli yang menafsirkan
mengenai bahasa yang digunakan disetiap bidang; Seperti halnya bahasa dan agama,
bahasa dan psikologi, bahasa dan mesin, bahasa dan hukum, dan lain sebagainya.
Biasanya para ahli menafsirkan atau mendefinisikan bahasa dan bidang yang lain
adalah dilihat dari fungsi dan kegunaan dari bahasa tersebut terhadap bidang
yang dikaitkan.
Pengertian bahasa menurut Gerald R. McMenamin (2002) “Language is a
system of communication. In this broad sense, human language is a code that
communicates meaning, as do other types of communication systems such as animal
sounds and movements, Morse code dots and dashes, traffic control signs and
lights, human gestures and body language, and even computer source code.”
Sedangkan hukum adalah aturan yang mengikat dalam kehidupan
masyarakat baik secara tertulis maupun tidak. Kata hukum sendiri berasal dari
bahasa arab. Nur Rohim Yunus (2012) dalam bukunya mengungkapkan bahwa “Hukum
bertujuan menserasikan nilai-nilai objektif yang universal tentang baik dan
buruk dan tentang patut dan tidak patut, untuk kemudian mencerminkan rumusan
perlindungan kepentingan antar individu, pemenuhan kebutuhan dan perlindungan
hak dengan ketentuan yang merupakan kepastian hukum dalam hal tertentu”. Dalam
kehidupan masyarakat hukum sangatlah penting untuk mengontrol kegiatan
masyarakat khususnya yang bersifat buruk, namun hukum tidak semerta-merta
menghentikan aktifitas yang bersifat buruk oleh para pelanggar hukum. Keburukan
atau kejahatan sering sekali terjadi dengan berbagai macam jenisnya. Dalam hal
ini, forensiklah yang berperan, hukum dan penegak hukum akan menyelesaikan
sebuah pelanggaran hukum menggunakan jalan forensik.
Pengertian Ilmu forensik adalah ilmu yang digunakan untuk keperluan
hukum dengan memberikan bukti ilmiah yang dapat digunakan dalam pengadilan
dalam memecahkan kejahatan. Informasi penting yang diberikan oleh ilmu forensik
membantu sistem keadilan berjalan (https://id.wikipedia.org/wiki/Ilmu_forensik).
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) forensik hanya diartikan sebagai
sesuatu yang berkaitan dengan hukum.
Forensik (forensic) merupakan bidang ilmu pengetahuan yang
digunakan untuk membantu proses penegakan keadilan melalui proses penerapan
ilmu atau sains. Dalam kelompok ilmu-ilmu forensik ini dikenal antara lain ilmu
fisika forensik, ilmu kimia forensik, ilmu psikologi forensik, ilmu kedokteran
forensik, ilmu toksikologi forensik, ilmu psikiatri forensik, komputer forensik,
dan lain sebagainya. (https://id.wikipedia.org/wiki/Ilmu_forensik).
Dari beberapa keterangan diatas dapat diambil kesimpulan bahwa forensik
linguistik adalah ilmu yang membantu seorang hakim memutuskan hukuman bagi para
pelaku pelanggar hukum dari segi kebahasaan yang dilakoni oleh linguis. Forensik linguistik (john olsson, 2008) adalah the interface
between language, crime and law, where law includes law enforcement, judicial
matters, legislation, disputes or proceedings in law, and even disputes which
only potentially involve some infraction of the law or some necessity to seek a
legal remedy.
Orang yang ahli
dalam masalah linguistik dikenal sebagai linguis. Dalam perihal hukum seorang
linguis adalah orang yang harus memiliki pengetahuan yang melebihi setiap
individu dalam hukum, Roger Shuy (2000)
berpendapat mengenai linguis, dia berkata “is frequently heard to say that a
forensic linguist is really just a good linguist who happens to be applying
what he or she does to a forensic purpose. This means that the forensic
linguist must first be a linguist, but also that he or she must still learn the
principles and practices of forensic science, such as how to prepare for
testimony and present evidence in court. Any linguist who faces the prospect of
court testimony would do well to consult Shuy (2000), who clearly reviews the
mandates and constraints of trial preparation and testimony”. Sebagai mana biasanya seorang linguis adalah
orang yang berperan sebagai saksi ahli dalam pemecahan sebuah kasus di pengadilan, atau bisa diketahui bahwa linguis dalam bidang hukum adalah seseorang
yang mengaplikasikan linguistik pada forensik. Seorang linguis memiliki tugas membantu seorang hakim dalam
menjatuhkan hukuman dengan memberikan bukti ilmiah yang dapat digunakan dalam
pengadilan untuk memecahkan kejahatan.
Robert Andrew Leonard (2005) berpendapat mengenai linguis forensik,
dia mengatakan “A forensic linguist is of course both morally and
professionally bound to describe the language situation the way it actually is,
rather than to slant conclusions to one side or the other. Many times clients
have to be told that the language data either are not suffiient to draw any
conclusions, or that the conclusions they point to are the opposite of what the
client was hoping for. In the two housing cases described the evidence
supported the positions advocated by the Hofstra Housing Clinic.”
Lalu, bagaimanakah seorang linguis mengaplikasikan linguistik dalam
hukum? Apa yang harus dilakukan seorang ahli linguistik untuk menyelesaikan sebuah
kasus?
Peran
Seorang Linguis Dalam Bidang Hukum
Peran seseorang dalam segala hal tentunya dilihat dari kebutuhan
masalah atau kasus yang dihadapi, misal seorang petani takkan berperan dalam
pembangunan sebuah gedung dengan keahlianny a meski tidak menutup kemungkinan
untuk berperan, namun peran seorang petani ini dalam pembangunan sebuah gedung
ini bukanlah sebagai seorang petani. Sama halnya dengan seorang linguis dalam
hukum tidak akan berperan dalam sebuah kasus yang tidak bersangkutan dengan
bahasa atau linguistik. Oleh karena itu, perlu kita ketahui bidang yang dapat
diperani oleh seorang linguis dalam hukum.
Peran yang sangat
umum bagi seorang linguis adalah sebagai saksi ahli kebahasaan dalam sebuah
kasus seperti plagiarism, pembunuhan yang memiliki bukti secarik surat atau
sebuah rekaman, penistaan, dan segala macam kejahatan yang berhubungan dengan
bahasa. Seorang blogger, uchy fahrel. (2013). berbagai-kajianlinguistik.
Berpendapat bahwa “Tataran lingusitik yang berkaitan erat dengan linguistik
forensik adalah fonetik akustik, analisis wacana, semantik, pragmatik, dan
psikolinguistik. Fungsinya untuk identifikasi penutur berdasarkan gaya bicara,
rekaman suara, dll.” Di kutip dari http://www.slideshare.net/.
Area
Linguis Forensik
Linguis forensik sebagai seorang saksi ahli didalam pengadilan
tentunya mempunyai lahan-lahan yang sesuai dengan keahliannya, lahan-lahan
tersebut membatasi kerja seorang linguis agar lebih fokus, untuk membantu seorang
hakim memutuskan hukuman atau pembebasan seorang tersangka, sebagaimana
tugasnya yaitu memberikan kesaksian dengan bukti-bukti yang telah dianalisis.
To limit the forensic sciences to solving crimes would be too
narrow, however, because forensic expertise can also be used by the defense in
a criminal case. The defense may be able to offer its own expert to
counter evidence introduced by the prosecution. Often such evidence is
offered by independent laboratories or individual experts. In that case,
the evidence usually does not solve a crime, but rather is offered to show that
law enforcement's proposed solution to the crime is wrong. (Peter Tiersma.
2002).
Lahan atau area-area dari linguis forensik adalah berupa analisis,
identifikasi, dan juga laporan/report. Beberapa area itu adalah sebagai
berikut:
Identifikasi suara, yaitu seorang linguis dituntut mampu menentukan
benar atau tidaknya pelaku dimana ada kemungkinan suara tersebut bertujuan
sebagai ancaman atau bertujuan lain. Area atau lahan ini disebut juga dengan
sebutan phonetic forensic. Identifikasi yang dilakukan seorang linguis dalam
area atau lahan ini merupakan identifikasi suara dari rekaman yang didapat dari
penyadapan. Dalam hal ini, linguis akan menggunakan analisis tata bahasa dan
kosa kata serta penekanan pengucapan dalam rekaman sebagai alat identifikasi.
Dari hasil ini seorang linguis dapat mengetahui daerah asal orang yang
mengeluarkan suara tersebut, kemudian seorang linguis harus mempelajari
kehidupan pada daerah orang tersebut pada umumnya. Kesimpulan akan bisa diambil
ketika linguis telah menganalisis dan mempelajari semua informasi yang
didapatkannya. Hasil dari identifikasi ini akan bisa diterima ketika hasil
tersebut masuk akal dan seorang linguis mengidentifikasi suara tersebut dengan
metode-metode yang telah dibatasi atau metode yang dilakukan menentukan
diterima atau tidaknya identifikasi ini, dan hasil yang didapat bukan merupakan
kebohongan atau tidak mengada-ada, dan tentunya semuanya dilakukan secara
ilmiah. Maka dari hasil identifikasi ini seorang hakim pun dapat memberikan
keputusan pada sebuah kasus yang sedang dijalani.
Area lain yang menjadi area dari seorang linguis adalah
identifikasi tulisan, yang mana seorang linguis harus bisa menganalisis sebuah
tulisan untuk mendapatkan informasi-informasi yang berhubungan dengan kasus
yang harus dipecahkan, dengan melakukan prosedur identifikasi seorang linguis
dituntut untuk menemukan penulis seperti halnya dengan mencocokkan tulisan
orang yang menjadi tersangka dengan tulisan yang menjadi barang bukti dalam
kasus kejahatan. Area ini sangatlah menarik karena penyelesaian yang dilakukan
oleh linguis sangat membutuhkan ketelitian yang tinggi. Termasuk sebuah plagiarism
pun masuk dalam area ini. Namun bukan hanya pelaku yang harus ditemukan, namun
benar atau tidaknya sebuah tulisan disebut sebagai plagiarisme. Area ini
(identifiksi tulisan) juga dikenal dengan sebutan stylistic forensic.
Analisis pidato merupakan area ketiga dari seorang linguis, area
ini merupakan area yang sangat luas, para linguis dalam area ini akan
menganalisis struktur pidato baik secara tulisan maupun lisan. Analisis ini
akan membantu seorang linguis menentukan isu-isu yang berbau kriminal dari
sebuah pidato. Seorang linguis biasanya akan menganilisis pidato melalui sebuah
rekaman namun hal ini berbeda dengan identifikasi suara yang juga menggunakan
rekaman. Karena dalam identifikasi suara, rekaman yang digunakan adalah hasil
dari penyadapan dimana kasusnya telah jelas dan seorang linguis hanya
menentukan siapa yang ada dibalik suara tersebut. Namun untuk analisis pidato
pelakunya telah jelas dan seorang linguis hanya menganalisis apakah dalam
pidato tersebut tercium bau kriminal atau tidak. Area ini biasa dikenal dengan
sebutan discourse analysis.
Ketiga area ini adalah area atau lahan yang sering digarap oleh
seorang linguis meskipun masih ada area lain selain ketiga area ini.
Tahap-tahap
Penyelidikan Kasus
Seorang hakim dalam mengambil keputusan untuk sebuah kasus
kejahatan dalam pengadilan tidak akan semerta-merta memutuskan, namun seorang
hakim akan membutuhkan beberapa pertimbangan dari beberapa pihak seperti saksi,
pengacara, jaksa, dan sebagainya. Pihak-pihak tersebut akan memberikan beberapa
pertimbangan yang mengacu pada barang bukti. Sebelum itu, bukti-bukti dari
sebuah kejahatan akan dicari dan dikelola oleh pihak forensik yang kemudian
nanti dilaporkan dipersidangan. Karena seorang tersangka yang sedang dihakimi juga
memiliki hak atas keadilan yang seimbang dan proporsional atas dugaan tindakan yang
dilakukannya.
Sebagaimana telah
dijelaskan diatas bahwa forensik adalah ilmu yang digunakan untuk keperluan
hukum dengan memberikan bukti ilmiah yang dapat digunakan dalam pengadilan
dalam memecahkan kejahatan. Informasi penting yang diberikan oleh ilmu forensik
membantu sistem keadilan berjalan. (https://id.wikipedia.org/wiki/Ilmu_forensik).
Secara Umum Ilmu Forensik adalah ilmu untuk melakukan pemeriksaan dan
pengumpulan bukti-bukti fisik yang ditemukan di tempat kejadian perkara dan
kemudian dihadirkan di dalam sidang pengadilan. Atau juga dapat diartikan
sebagai aplikasi atau pemanfaatan ilmu pengetahuan tertentu untuk kepentingan
penegakan hukum dan peradilan. (https://id.wikipedia.org/wiki/Ilmu_forensik).
Andi Hamzah (2015)
menuliskan dalam bukunya KUHP & KUHAP pada bab 1 ketentuan umum pasal 1 ayat
5 “penyelidikan adalah serangkaian tindakan penyelidikan untuk mencari dan
menemukan kebenaran suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna
menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan menurut cara yang diatur
dalam undang-undang.”
Penyelidikan pada
sebuah kasus memang sangat diperlukan agar seorang hakim dapat
mempertimbangkannya dan tidak salah dalam mengambil keputusan atau menghakimi
seorang tersangka. Bambang purnomo (1984) dalam bukunya Orientasi Hukum Acara
Pidana Indonesia berkata “Tujuan dan fungsi dari penyelidikan ini adalah
mencari dan menemukan kebenaran yang kemudian dapat diadakan tindakan
penuntutan secara benar dan tepat dalam pengadilan yang mana seorang hakim akan
memberikan keputusan dan dilanjutkan dengan tugas akhir dari penegak keadilan
yaitu melaksanakan (eksekusi) putusan hakim”. Pada umumnya, forensik memiliki
beberapa tahapan dalam penyelidikan sebuah kasus, beberapa tahap ini pun
digunakan oleh seorang linguis untuk memberikan kesaksian didalam persidangan
sebagai seorang saksi ahli dibidang kebahasaan.
Beberapa tahapan
tersebut secara terstruktur, pertama seorang linguis harus melakukan
pengumpulan data, dan segala macam benda mati yang digunakan dalam sebuah kejahatan
karena semua data dan semua benda yang bersifat mati yang ada pada kejahatan adalah
barang bukti yang satu sama lain berkaitan. Dari pengumpulan data ini dapat memberikan
beberapa informasi yang menjelaskan dan
membuktikan bahwa telah terjadi suatu tindak pidana. Ini adalah dasar yang harus
dilakukan untuk dilanjutkan kepada tahap-tahap yang lain, informasi ini disebut
sebagai Information on corpus delicti (https://id.wikipedia.org/wiki/Ilmu_forensik).
Hasil dari
pengumpulan data haruslah disusun secara sistematis dalam usaha melakukan rekontruksi
suatu kejadian, agar hubungan antara setiap sarana pembuktian dari data atau
bukti lain dapat dipertanggung jawabkan kebenarannya. Tahap pengumpulan ini
juga disebut Acquisition.
Beranjak menuju
tahap selanjutnya adalah pemeliharaan (Preservation) dan analisis (Analysis) dalam
tahap ini seorang linguis harus memelihara barang bukti ataupun data yang telah
dikumpulkan agar tidak rusak, hilang, ataupun dicuri. Data dan barang bukti
harus dipelihara sebagaimana ketika diambil dari asalnya agar dapat dipertanggung
jawabkan keotentikannya. Lalu dalam tahap ini seorang linguis akan memulai analisis
untuk mencari informasi lebih lanjut berkenaan dengan kasus yang dijalani,
analisis ini akan menggunakan batasan-batasan analisis yang ada sesuai dengan
area atau lahan yang bersangkutan yang telah disebutkan diatas.
Dari beberapa tahap tersebut diatas, dalam tulisan ini
seorang penyelidik secara umum dan seorang linguis secara khusus akan
mendapatkan beberapa informasi yang bisa dilaporkan dalam ruang pengadilan, informasi-informasi
ini antara lain (https://id.wikipedia.org/wiki/Ilmu_forensik)
: Information on corpus delicti, dari pemeriksaan baik
TKP maupun barang bukti dapat menjelaskan dan membuktikan bahwa telah terjadi
suatu tindak pidana. Information on modus operandi, beberapa pelaku
kejahatan mempunyai cara – cara tersendiri dalam melakukan kejahatan dengan
pemeriksaan barang bukti kaitannya dengan modus operandi sehingga dapat
diharapkan siapa pelakunya. Linking a suspect with a victim, pemeriksaan
terhadap barang bukti di TKP ataupun korban dapat mengakibatkan keterlibatan
tersangka dengan korban, karena dalam suatu tindak pidana pasti ada material
dari tersangka yang tertinggal pada korban. Linking a person to a crime
scene, setelah terjadi tindak pidana banyak kemungkinan terjadi terhadap
TKP maupun korban yang dilakukan oleh orang lain selain tersangka mengambil
keuntungan. Disproving or supporting a Witness ’s Testimony, pemeriksaan
terhadap barang bukti dapat memberikan petunjuk apakah keterangan yang
diberikan oleh tersangka ataupun saksi berbohong atau tidak. Identification
of a suspect, barang bukti terbaik yang dapat digunakan untuk
mengindentifikasi seorang tersangka adalah sidik jari, karena sidik jari
mempunyai sifat sangat karakteristik dan sangat individu bagi setiap orang. Providing
Investigative leads, pemeriksaan dari barang bukti dapat memberikan arah
yang jelas dalam penyidikan.
Linguistik
Dalam Pengadilan
Dalam suatu proses peradilan, pembuktian merupakan hal yang penting dalam
menentukan keberhasilan pihah-pihak yang berperkara. Menang atau kalahnya para
pihak yang berperkara ditentukan dalam tahap pembuktian karena pembuktian
merupakan landasan bagi para hakim dalam menentukan memutuskan suatu perkara.
Dengan demikian tujuan pembuktian adalah untuk memperoleh putusan hakim yang
didasarkan atas pembuktian tersebut. Atau dengan kata lain tujuan dari
pembuktian adalah mencari atau menemukan kebenaran suatu peristiwa yang
digunakan sebagai dasar putusan hakim yang mempunyai akibat hukum (http://khafidsociality.blogspot.co.id/2011/09/peranan-saksi-dan-keterangan-ahli-dalam.html)
Keterangan saksi dan keterangan ahli merupakan salah satu alat bukti yang
panting dalam pembuktian perkara pada tahap sidang pengadilan. Hakim melakukan
pemeriksaan terhadap saksi dan keterangan ahli pada saat persidangan.
Keterangan Saksi dan keterangan ahli pada pemeriksaan di persidangan merupakan
pedoman bagi hakim dalam melakukan putusannya. Akan tetapi Keterangan seorang
saksi ataupun keterangan ahli saja tidak cukup untuk menyakinkan hakim dalam
memutuskan perakaranya tersebut. Karena bisa saja keterangan saksi yang satu
dengan keterangan saksi yang lainnya atau pun keterangan ahli yang satu dengan
keterangan ahli lainnya saling berbeda pandangan. (http://khafidsociality.blogspot.co.id/2011/09/peranan-saksi-dan-keterangan-ahli-dalam.html)
Seorang
ahli linguistik dapat menjadi saksi ahli dalam sebuah pengadilan dengan melalui
dua tahapan. Dalam pengadilan ini, biasanya seorang linguis akan dimintai
laporan dari hasil analisisnya mengenai kasus yang sedang berjalan, laporan ini
adalah dalam bentuk tulisan. Selanjutnya, ada kalanya pengadilan meminta kepada
seorang ahli untuk datang ke pengadilan untuk mempertanggung jawabkan
laporannya atau menjelaskan serta menguatkan pendapat dalam laporannya. Coulthard dan Johnson (2007) menyebutkan ada dua cara
bagi ahli linguistik untuk memaparkan opininya. Pertama, opini disampaikan
secara semantis. Kedua, ahli linguistik menyampaikan opini (ada kalanya) secara
statistik.
Iman Santoso (2014) menulis dalam tulisannya, pilihan pertama
yang sering dilakukan oleh sebagian ahli linguistik forensik dan fonetik. Secara
tradisional para ahli lingustik merasa tidak dapat menyajikan temuannya secara
statistik dalam bentuk probabilitas matematis, sehingga opini lebih banyak
dikodekan secara semantis (Coulthard & Johnson, 2007:202). Jika dilihat
dari paradigma penelitian ilmiah, kajian di bidang linguistik memang lebih
banyak bersinggungan dengan paradigma penelitian kualitatif, meskipun pada
kondisi tertentu bisa pula didekati dengan pendekatan kuantitatif.
Penyampaian opini secara
semantis pernah dilakukan Coulthard pada tahun 2002 terhadap kasus yang melibatkan
Stuart Campbell. Dia merupakan tersangka dalam pembunuhan keponakannya
–Danielle. Salah satu alat bukti dalam kasus tersebut adalah pesan
tertulis yang dikirim ke telepon Campbell dari Danielle setelah ia hilang.
Pesan tersebut diduga dikirim oleh Campbell menggunakan telepon Danielle.
Coulthard diminta untuk membandingkannya dengan pesan singkat yang pernah
dikirimkan Danielle tiga hari sebelum hilang. Berikut adalah pesan singkat yang
diduga berasal dari Danielle.
HIYA STU WOT U UP 2.IM IN
SO MUCH TRUBLE AT HOME AT MOMENT EVONE HATES ME EVEN U! WOT THE HELL AV I DONE
NOW? Y WONT U JUST TELL ME TEXT BCK PLEASE DAN XXX
Pesan tertulis via telepon
tersebut berisi pilihan bentuk linguistik yang jarang sekali muncul atau bahkan
tidak ada pada korpus pesan tertulis dari Danielle yang digunakan sebagai pembanding
diantaranya penulisan huruf kapital pada keseluruhan kalimat, ejaan ‘what’
dengan ‘wot’ dan penulisan morfeme ‘one’ secara penuh pada ‘EVONE’ daripada
penggunakan penggantinya yaitu angka ‘1’. Saat memberikan keterangan ahli pada
kasus ini coulthard menggunakan skala semantik tetap (fixed semantik scale)
yang terentang dari ‘paling positif’ hingga ‘paling negatif’.
Berdasarkan pada hasil
kajiannya, coulthard lalu mengajukan pendapat bahwa pesan tertulis yang di
klaim oleh Campbell sebagai pesan dari Danielle diberi skala ‘-2’ yang bermakna
it was fairli likely that Danielle had
not written the text message.
Pilihan kedua yang dapat
dilakukan oleh para ahli linguistik adalah menyajikan pendapatnya secara statistik.
Melalui cara ini opini yang diajukan oleh saksi ahli forensik linguistik
memiliki keuntungan, karena dapat diwujudkan secara matematis sehingga lebih
terukur, metode ini terutama melihat kemiripan antara data mentah dengan
beberapa bentuk bahasa yang diuji. Ukuran yang diperoleh disebut rasio
kemiripan (likehood ratio).
Etika dan
Aturan Saksi Ahli
Iman Santoso (2014) mengatakan dalam tulisannya “Dalam
proses hukum, terutama dalam persidangan kehadiran saksi ahli seringkali
menjadi suatu keharusan. Saksi ahlidapat didefinisikan sebagai seseorang yang diijinkan
untuk memberikan pendapat kesaksian dalam persidangan yang
didasarkan atas pengetahuan khusus yang dimilikinya, pelatihan atau pengalaman,
jika pendapat tersebut handal, relevan dengan kasus yang ada dan membantu
pencari fakta untuk menghasilkan keputusan (Hutchinson, 2012). Sedang menurut Susanti (2012) -dengan mengutip British Medical Asociation - saksi ahli merupakan orang yang memenuhi
syarat dalam hal pengetahuan dan pengalamannya untuk memberikan pendapat
tentang isu tertentu ke pengadilan. Berdasarkan KUHAP pasal 1 butir 28
disebutkan bahwa keterangan ahli adalah keterangan yang diberikan oleh seorang
yang memiliki keahlian khusus tentang hal yang diperlukan untuk membuat terang
suatu perkara pidana guna kepentingan pemeriksaan.
Dalam pengadilan sebuah kasus, seorang ahli harus memiliki etika-etika yang
membuat dia lebih reliable. Iman Santoso (2014) mengemukakan, seorang saksi
ahli, seorang linguis terikat pada etika tertentu, Ainsworth (2010)
mengidentifikasi beberapa etika yang harus diperhatikan oleh seorang saksi ahli
linguistik forensik sebagai berikut : pertama, seorang saksi ahli dapat
memberikan kesaksian pada salah satu pihak yang bertikai, atau pihak yang
lainnya. Acuan yang harus dipegang adalah ahli hanya bertugas secara loyal
untuk keilmuannya. Hal ini berbeda dengan pengacara yang loyal kepada kliennya.
Kedua, terkait dengan kompensasi, saksi ahli tidak diperbolehkan menghitung
honornya sebagai saksi menggunakan contingency fee, satu hal yang wajar yang
dikenakan pada pengacara. Ketiga, saksi ahli, mempunyai kewajiban melakukan analisis
yang objektif.
Seorang saksi ahli juga memiliki aturan-aturan dalam tugasnya sebagai
pembantu hakim dalam membuat terang sebuah perkara. Aturan-aturan yang mengikat
seorang saksi ahli antara lain: (1) bukti ahli yang disajikan harus merupakan
produk yang independen dari ahli dan tidak terpengaruh oleh bentuk atau isi
tuntutan dalam proses pengadilan. (2) seorang saksi ahli harus menyediakan
bantuan yang independen ke pengadilan secara objektif, opini yang tidak bias
terkait dengan permasalahan dalam koridor kepakarannya dan tidak boleh
berasumsi layaknya seorang pengacara, dan (3) seorang saksi ahli harus
menyatakan fakta-fakta dan asumsi-asumsi yang menjadi dasar opininya, dan dia tidak
boleh menghilangkan fakta-fakta material yang dapat mengurangi kesimpulan.
(Iman Santoso, 2014)
Penutup
Dalam sistem pengadilan
pada saat ini, bidang forensik linguistik memang tidak seintensif bidang
forensik yang lain seperti kedokteran forensik atau psikologi forensik, namun
perlu dicermati kembali bahwa forensik linguistik tidaklah bisa dianggap enteng
dan dipandang sebelah mata. Dalam kasus tertentu, forensik linguistik sangatlah
berperan dan bahkan paling berperan dibanding yang lainnya. Secara umum,
kesaksian seorang ahli linguistik dalam penegakan keadilan adalah bertujuan
untuk membuat terang sebuah tindak pidana dengan melakukan penyelidikan atau
analisis yang berguna sebagai bukti.
Pembuktian merupakan hal
yang penting dalam menentukan keberhasilan pihah-pihak yang berperkara. Menang
atau kalahnya para pihak yang berperkara ditentukan dalam tahap pembuktian
karena pembuktian merupakan landasan bagi para hakim dalam menentukan
memutuskan suatu perkara. Dengan demikian tujuan pembuktian adalah untuk
memperoleh putusan hakim yang didasarkan atas pembuktian tersebut. Atau dengan
kata lain tujuan dari pembuktian adalah mencari atau menemukan kebenaran suatu
peristiwa yang digunakan sebagai dasar putusan hakim yang mempunyai akibat
hukum.
Seorang ahli linguistik
akan melakukan tahap-tahap penyelidikan untuk menjadikan hasil analisis yang
dilakoni bersifat ilmiah untuk dijadikan sebagai bukti dalam pengadilan. Tahan-tahap
dasar tersebut adalah mengumpulkan data yang kemudian harus dipelihara dan
menganalisis dan kemudian akan dilaporkan dalam pengadilan.
Selain itu, seorang ahli linguistik
sebagai saksi ahli memiliki kewajiban membantu seorang hakim dalam memberikan
keputusan pengadilan pada sebuah kasus hukum, yang mana seorang ahli linguistik
harus beracuan pada etika-etika seorang saksi ahli dan juga aturan dan
ketentuan seorang saksi ahli agar opini dan segala sesuatu yang dilaporkan dari
hasil analisisnya dapat dipercaya dan dapat dipertanggung jawabkan.
Referensi
Andrew
Leonard, Robert. 2005. The International Journal of the Humanities. Melbourne:
Common Ground Publishing Pty Ltd.
Bunn,
Sarah. 2015. Forensic Language Analysis. London: www.Parliement.uk/post.
Coulthard,
M & Alison J. 2010. The Routledge
Handbook of Forensic Linguistics. New York : Taylor & Francis
e-Library.
Coulthard,
M & Alison J. 2007. An Introduction to Forensic Linguistics Language in
Evidence. New York : Taylor & Francis e-Library.
Dukusiam, Pamungkas.
2011. Peranan Saksi dan Keterangan Ahli Dalam Putusan Hakim. http://khafidsociality.blogspot.co.id/2011/09/peranan-saksi-dan-keterangan-ahli-dalam.html.
Fahrel,
uchy. 2002. berbagai-kajianlinguistik. http://www.slideshare.net/uchyfahrel/berbagai-kajianlinguistik.
Gibbons,
J & M. Teresa T. 2008. Dimensions of Forensic Linguistics.
Amsterdam: John Benjamins Publishing Company.
Hamzah, Andi.
2015. KUHP & KUHAP. Jakarta: Rineka Cipta.
McMenamin,
Gerald R. 2002. Forensic Linguistic : Advances in Forensic
Linguistic. Florida: CRC Press.
Olsson,
John. 2008. Forensic Linguistic : Second edition. New York: Continuum
International Publishing Group.
Philips, Susan
U. 1998. Ideology in the language of judges: how
judges practice law,
politics, and courtroom control. New York: Oxfor University Press.
politics, and courtroom control. New York: Oxfor University Press.
Pengertian Ilmu Forensik Dan Ruang
Lingkupnya. https://id.wikipedia.org/wiki/Ilmu_forensik
Pope, Rob. 2002. The
English Studies Book An Introduction to Language, Literature and Culture Second
Edition. New York : Taylor &
Francis e-Library.
Purnomo, Bambang. 1984. Orientasi Hukum Acara Pidana Indonesia. Yogyakarta:
Amarta Buku.
Santoso, Iman.
2014. Mengenal Linguistik Forensik : Linguis Sebagai Saksi
Ahli. https://www.academia.edu/12077410/Mengenal_Linguistik_Forensik_Linguis_sebagai_Saksi_Ahli
Simpson,
James. 2011. The Routledge Handbook of Applied Linguistic. New York :
Taylor & Francis e-Library.
Soeroso,
R. 2013. Pengantar Ilmu Hukum. Jakarta: Sinar Grafika.
Tiersma,
Peter. 2002. What is Forensic
Linguistics?. http://www.languageandlaw.org/.
Yuku. 2008. KBBIAndroid4.0.0.
www.kejut.com/kbbimobile.
Yunus, Nur Rohim. 2012. Restorasi Budaya Hukum
Masyarakat Indonesia. Jurisprudence Press.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar