Senin, 09 Januari 2017

Analisis Bahasa dan Kasus Hukum





Analisis Bahasa dan Kasus Hukum
Oleh : Akhsanul Marom
Jurusan Bahasa dan Sastra Inggris
Fakultas Adab dan Humaniora-Universitas Islam Negeri Jakarta
E-mail : achsanul.marom14@mhs.uinjkt.ac.id
achsanulmarom@gmail.com

Abstrak
            Salah satu interdisipliner dari linguistik yang masih baru dan kurang diperhatikan oleh masyarakat Indonesia bahkan oleh kelompok penegak keadilan adalah forensik Linguitik.cabang ini adalah wujud dari pengaplikasian linguistik atau kebahasaan dalam ranah hukum, bidang kajiannya adalah sesuatu yang berkaitan dengan kebahasaan dalam sebuah pengadilan hukum, seperti : plagiarism, dokumen yang bersifat legal, penistaan, dll. Kehadiran seorang ahli linguistik sering kali sangat dibutuhkan untuk memberikan pandangannya berdasarkan keahliannya terhadap kasus-kasus hukum tertentu. Dalam tulisan ini akan sedikit mengupas tentang linguistik forensik dan segala hal yang berkaitan dengannya, mulai dari pengertian, peran seorang linguis dalam bidang hukum, area seorang linguis forensik, tahap-tahap penyelidikan kasus, linguistik dalam pengadilan, hingga etika dan aturan saksi ahli.
Pendahuluan
Bahasa dan hukum adalah dua bidang ilmu yang sangat berbeda namun satu sama lain saling membutuhkan dalam pengaplikasiannya. Kedua bidang ini belum lama bergabung menjadi satu bidang yang disebut dengan forensik linguistik, forensik linguistik merupakan salah satu ilmu terapan dari linguistik dalam ranah hukum. Forensik linguistik (john olsson, 2008) adalah the interface between language, crime and law, where law includes law enforcement, judicial matters, legislation, disputes or proceedings in law, and even disputes which only potentially involve some infraction of the law or some necessity to seek a legal remedy.
Dari paparan diatas, akhirnya muncullah beberapa peratanyaan mengenai apa, dimana, bagaimana, siapa yang dimaksud dengan forensik linguistik. Keeksistensian dari forensik linguistik ini mungkin masih dipandang dengan sebelah mata, karena tidak lebih dari kedokteran forensik ataupun cabang forensik yang lain.
Kajian mengenai forensik linguistik bukanlah kajian yang mudah karena seorang ahli linguistik harus memiliki pengetahuan dibidang lain untuk mendukung keahliannya dalam bidang kebahasaan untuk menjadi saksi ahli, meskipun kesaksian yang diberikan oleh ahli linguistik adalah kesaksian dibidang kebahasaan namun dalam penyilidikan atau menganalis sebuah kasus ahli linguistik memerlukan keahlian lain seperti dalam hal komputerisasi, budaya sebuah daerah, dan lain sebagainya.
Peran seorang ahli linguistik sangatlah penting untuk membantu hakim dalam memberikan keputusan, peran tersebut haruslah didukung juga dengan etika-etika seorang saksi ahli dan mematuhi aturan atau ketentuan untuk menjadi seorang ahli.
Sebagai penjelasan lebih lanjut mengenai forensik lingistik perlu diketahui terlebih dahulu apa yang dimaksud dari masing-masing definisi baik bahasa, hukum, maupun forensik linguistik, peran seorang linguis, area linguis forensik, tahap-tahap penyelidikan kasus, linguis dalam pengadilan, serta etika dan aturan saksi ahli.
Sederet Pengertian
Bahasa adalah sebuah alat yang digunakan setiap makhluk untuk memahami dan menjadikan paham sesuatu dalam segala hal. Tidak bisa dipungkiri setiap makhluk hidup pasti memiliki dan membutuhkan bahasa sebagai alat utama dalam sebuah hubungan. Oleh sebab ini, banyak para ahli yang menafsirkan mengenai bahasa yang digunakan disetiap bidang; Seperti halnya bahasa dan agama, bahasa dan psikologi, bahasa dan mesin, bahasa dan hukum, dan lain sebagainya. Biasanya para ahli menafsirkan atau mendefinisikan bahasa dan bidang yang lain adalah dilihat dari fungsi dan kegunaan dari bahasa tersebut terhadap bidang yang dikaitkan.
Pengertian bahasa menurut Gerald R. McMenamin (2002) “Language is a system of communication. In this broad sense, human language is a code that communicates meaning, as do other types of communication systems such as animal sounds and movements, Morse code dots and dashes, traffic control signs and lights, human gestures and body language, and even computer source code.”
Sedangkan hukum adalah aturan yang mengikat dalam kehidupan masyarakat baik secara tertulis maupun tidak. Kata hukum sendiri berasal dari bahasa arab. Nur Rohim Yunus (2012) dalam bukunya mengungkapkan bahwa “Hukum bertujuan menserasikan nilai-nilai objektif yang universal tentang baik dan buruk dan tentang patut dan tidak patut, untuk kemudian mencerminkan rumusan perlindungan kepentingan antar individu, pemenuhan kebutuhan dan perlindungan hak dengan ketentuan yang merupakan kepastian hukum dalam hal tertentu”. Dalam kehidupan masyarakat hukum sangatlah penting untuk mengontrol kegiatan masyarakat khususnya yang bersifat buruk, namun hukum tidak semerta-merta menghentikan aktifitas yang bersifat buruk oleh para pelanggar hukum. Keburukan atau kejahatan sering sekali terjadi dengan berbagai macam jenisnya. Dalam hal ini, forensiklah yang berperan, hukum dan penegak hukum akan menyelesaikan sebuah pelanggaran hukum menggunakan jalan forensik.
Pengertian Ilmu forensik adalah ilmu yang digunakan untuk keperluan hukum dengan memberikan bukti ilmiah yang dapat digunakan dalam pengadilan dalam memecahkan kejahatan. Informasi penting yang diberikan oleh ilmu forensik membantu sistem keadilan berjalan (https://id.wikipedia.org/wiki/Ilmu_forensik). Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) forensik hanya diartikan sebagai sesuatu yang berkaitan dengan hukum.
Forensik (forensic) merupakan bidang ilmu pengetahuan yang digunakan untuk membantu proses penegakan keadilan melalui proses penerapan ilmu atau sains. Dalam kelompok ilmu-ilmu forensik ini dikenal antara lain ilmu fisika forensik, ilmu kimia forensik, ilmu psikologi forensik, ilmu kedokteran forensik, ilmu toksikologi forensik, ilmu psikiatri forensik, komputer forensik, dan lain sebagainya. (https://id.wikipedia.org/wiki/Ilmu_forensik).
Dari beberapa keterangan diatas dapat diambil kesimpulan bahwa forensik linguistik adalah ilmu yang membantu seorang hakim memutuskan hukuman bagi para pelaku pelanggar hukum dari segi kebahasaan yang dilakoni oleh linguis. Forensik linguistik (john olsson, 2008) adalah the interface between language, crime and law, where law includes law enforcement, judicial matters, legislation, disputes or proceedings in law, and even disputes which only potentially involve some infraction of the law or some necessity to seek a legal remedy.
Orang yang ahli dalam masalah linguistik dikenal sebagai linguis. Dalam perihal hukum seorang linguis adalah orang yang harus memiliki pengetahuan yang melebihi setiap individu dalam hukum,  Roger Shuy (2000) berpendapat mengenai linguis, dia berkata “is frequently heard to say that a forensic linguist is really just a good linguist who happens to be applying what he or she does to a forensic purpose. This means that the forensic linguist must first be a linguist, but also that he or she must still learn the principles and practices of forensic science, such as how to prepare for testimony and present evidence in court. Any linguist who faces the prospect of court testimony would do well to consult Shuy (2000), who clearly reviews the mandates and constraints of trial preparation and testimony”. Sebagai mana biasanya seorang linguis adalah orang yang berperan sebagai saksi ahli dalam pemecahan sebuah kasus di pengadilan, atau bisa diketahui bahwa linguis dalam bidang hukum adalah seseorang yang mengaplikasikan linguistik pada forensik. Seorang linguis memiliki tugas membantu seorang hakim dalam menjatuhkan hukuman dengan memberikan bukti ilmiah yang dapat digunakan dalam pengadilan untuk memecahkan kejahatan.
Robert Andrew Leonard (2005) berpendapat mengenai linguis forensik, dia mengatakan “A forensic linguist is of course both morally and professionally bound to describe the language situation the way it actually is, rather than to slant conclusions to one side or the other. Many times clients have to be told that the language data either are not suffiient to draw any conclusions, or that the conclusions they point to are the opposite of what the client was hoping for. In the two housing cases described the evidence supported the positions advocated by the Hofstra Housing Clinic.”
Lalu, bagaimanakah seorang linguis mengaplikasikan linguistik dalam hukum? Apa yang harus dilakukan seorang ahli linguistik untuk menyelesaikan sebuah kasus?
Peran Seorang Linguis Dalam Bidang Hukum
            Peran seseorang dalam segala hal tentunya dilihat dari kebutuhan masalah atau kasus yang dihadapi, misal seorang petani takkan berperan dalam pembangunan sebuah gedung dengan keahlianny a meski tidak menutup kemungkinan untuk berperan, namun peran seorang petani ini dalam pembangunan sebuah gedung ini bukanlah sebagai seorang petani. Sama halnya dengan seorang linguis dalam hukum tidak akan berperan dalam sebuah kasus yang tidak bersangkutan dengan bahasa atau linguistik. Oleh karena itu, perlu kita ketahui bidang yang dapat diperani oleh seorang linguis dalam hukum.
            Peran yang sangat umum bagi seorang linguis adalah sebagai saksi ahli kebahasaan dalam sebuah kasus seperti plagiarism, pembunuhan yang memiliki bukti secarik surat atau sebuah rekaman, penistaan, dan segala macam kejahatan yang berhubungan dengan bahasa. Seorang blogger, uchy fahrel. (2013). berbagai-kajianlinguistik. Berpendapat bahwa “Tataran lingusitik yang berkaitan erat dengan linguistik forensik adalah fonetik akustik, analisis wacana, semantik, pragmatik, dan psikolinguistik. Fungsinya untuk identifikasi penutur berdasarkan gaya bicara, rekaman suara, dll.” Di kutip dari http://www.slideshare.net/.
Area Linguis Forensik
Linguis forensik sebagai seorang saksi ahli didalam pengadilan tentunya mempunyai lahan-lahan yang sesuai dengan keahliannya, lahan-lahan tersebut membatasi kerja seorang linguis agar lebih fokus, untuk membantu seorang hakim memutuskan hukuman atau pembebasan seorang tersangka, sebagaimana tugasnya yaitu memberikan kesaksian dengan bukti-bukti yang telah dianalisis.
To limit the forensic sciences to solving crimes would be too narrow, however, because forensic expertise can also be used by the defense in a criminal case.  The defense may be able to offer its own expert to counter evidence introduced by the prosecution.  Often such evidence is offered by independent laboratories or individual experts.  In that case, the evidence usually does not solve a crime, but rather is offered to show that law enforcement's proposed solution to the crime is wrong. (Peter Tiersma. 2002).
Lahan atau area-area dari linguis forensik adalah berupa analisis, identifikasi, dan juga laporan/report. Beberapa area itu adalah sebagai berikut:
Identifikasi suara, yaitu seorang linguis dituntut mampu menentukan benar atau tidaknya pelaku dimana ada kemungkinan suara tersebut bertujuan sebagai ancaman atau bertujuan lain. Area atau lahan ini disebut juga dengan sebutan phonetic forensic. Identifikasi yang dilakukan seorang linguis dalam area atau lahan ini merupakan identifikasi suara dari rekaman yang didapat dari penyadapan. Dalam hal ini, linguis akan menggunakan analisis tata bahasa dan kosa kata serta penekanan pengucapan dalam rekaman sebagai alat identifikasi. Dari hasil ini seorang linguis dapat mengetahui daerah asal orang yang mengeluarkan suara tersebut, kemudian seorang linguis harus mempelajari kehidupan pada daerah orang tersebut pada umumnya. Kesimpulan akan bisa diambil ketika linguis telah menganalisis dan mempelajari semua informasi yang didapatkannya. Hasil dari identifikasi ini akan bisa diterima ketika hasil tersebut masuk akal dan seorang linguis mengidentifikasi suara tersebut dengan metode-metode yang telah dibatasi atau metode yang dilakukan menentukan diterima atau tidaknya identifikasi ini, dan hasil yang didapat bukan merupakan kebohongan atau tidak mengada-ada, dan tentunya semuanya dilakukan secara ilmiah. Maka dari hasil identifikasi ini seorang hakim pun dapat memberikan keputusan pada sebuah kasus yang sedang dijalani.
Area lain yang menjadi area dari seorang linguis adalah identifikasi tulisan, yang mana seorang linguis harus bisa menganalisis sebuah tulisan untuk mendapatkan informasi-informasi yang berhubungan dengan kasus yang harus dipecahkan, dengan melakukan prosedur identifikasi seorang linguis dituntut untuk menemukan penulis seperti halnya dengan mencocokkan tulisan orang yang menjadi tersangka dengan tulisan yang menjadi barang bukti dalam kasus kejahatan. Area ini sangatlah menarik karena penyelesaian yang dilakukan oleh linguis sangat membutuhkan ketelitian yang tinggi. Termasuk sebuah plagiarism pun masuk dalam area ini. Namun bukan hanya pelaku yang harus ditemukan, namun benar atau tidaknya sebuah tulisan disebut sebagai plagiarisme. Area ini (identifiksi tulisan) juga dikenal dengan sebutan stylistic forensic.
Analisis pidato merupakan area ketiga dari seorang linguis, area ini merupakan area yang sangat luas, para linguis dalam area ini akan menganalisis struktur pidato baik secara tulisan maupun lisan. Analisis ini akan membantu seorang linguis menentukan isu-isu yang berbau kriminal dari sebuah pidato. Seorang linguis biasanya akan menganilisis pidato melalui sebuah rekaman namun hal ini berbeda dengan identifikasi suara yang juga menggunakan rekaman. Karena dalam identifikasi suara, rekaman yang digunakan adalah hasil dari penyadapan dimana kasusnya telah jelas dan seorang linguis hanya menentukan siapa yang ada dibalik suara tersebut. Namun untuk analisis pidato pelakunya telah jelas dan seorang linguis hanya menganalisis apakah dalam pidato tersebut tercium bau kriminal atau tidak. Area ini biasa dikenal dengan sebutan discourse analysis.
Ketiga area ini adalah area atau lahan yang sering digarap oleh seorang linguis meskipun masih ada area lain selain ketiga area ini.
Tahap-tahap Penyelidikan Kasus
Seorang hakim dalam mengambil keputusan untuk sebuah kasus kejahatan dalam pengadilan tidak akan semerta-merta memutuskan, namun seorang hakim akan membutuhkan beberapa pertimbangan dari beberapa pihak seperti saksi, pengacara, jaksa, dan sebagainya. Pihak-pihak tersebut akan memberikan beberapa pertimbangan yang mengacu pada barang bukti. Sebelum itu, bukti-bukti dari sebuah kejahatan akan dicari dan dikelola oleh pihak forensik yang kemudian nanti dilaporkan dipersidangan. Karena seorang tersangka yang sedang dihakimi juga memiliki hak atas keadilan yang seimbang dan proporsional atas dugaan tindakan yang dilakukannya.
            Sebagaimana telah dijelaskan diatas bahwa forensik adalah ilmu yang digunakan untuk keperluan hukum dengan memberikan bukti ilmiah yang dapat digunakan dalam pengadilan dalam memecahkan kejahatan. Informasi penting yang diberikan oleh ilmu forensik membantu sistem keadilan berjalan. (https://id.wikipedia.org/wiki/Ilmu_forensik).
            Secara Umum Ilmu Forensik adalah ilmu untuk melakukan pemeriksaan dan pengumpulan bukti-bukti fisik yang ditemukan di tempat kejadian perkara dan kemudian dihadirkan di dalam sidang pengadilan. Atau juga dapat diartikan sebagai aplikasi atau pemanfaatan ilmu pengetahuan tertentu untuk kepentingan penegakan hukum dan peradilan. (https://id.wikipedia.org/wiki/Ilmu_forensik).
            Andi Hamzah (2015) menuliskan dalam bukunya KUHP & KUHAP pada bab 1 ketentuan umum pasal 1 ayat 5 “penyelidikan adalah serangkaian tindakan penyelidikan untuk mencari dan menemukan kebenaran suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan menurut cara yang diatur dalam undang-undang.”
            Penyelidikan pada sebuah kasus memang sangat diperlukan agar seorang hakim dapat mempertimbangkannya dan tidak salah dalam mengambil keputusan atau menghakimi seorang tersangka. Bambang purnomo (1984) dalam bukunya Orientasi Hukum Acara Pidana Indonesia berkata “Tujuan dan fungsi dari penyelidikan ini adalah mencari dan menemukan kebenaran yang kemudian dapat diadakan tindakan penuntutan secara benar dan tepat dalam pengadilan yang mana seorang hakim akan memberikan keputusan dan dilanjutkan dengan tugas akhir dari penegak keadilan yaitu melaksanakan (eksekusi) putusan hakim”. Pada umumnya, forensik memiliki beberapa tahapan dalam penyelidikan sebuah kasus, beberapa tahap ini pun digunakan oleh seorang linguis untuk memberikan kesaksian didalam persidangan sebagai seorang saksi ahli dibidang kebahasaan.
            Beberapa tahapan tersebut secara terstruktur, pertama seorang linguis harus melakukan pengumpulan data, dan segala macam benda mati yang digunakan dalam sebuah kejahatan karena semua data dan semua benda yang bersifat mati yang ada pada kejahatan adalah barang bukti yang satu sama lain berkaitan. Dari pengumpulan data ini dapat memberikan beberapa informasi yang menjelaskan dan membuktikan bahwa telah terjadi suatu tindak pidana. Ini adalah dasar yang harus dilakukan untuk dilanjutkan kepada tahap-tahap yang lain, informasi ini disebut sebagai Information on corpus delicti (https://id.wikipedia.org/wiki/Ilmu_forensik).
            Hasil dari pengumpulan data haruslah disusun secara sistematis dalam usaha melakukan rekontruksi suatu kejadian, agar hubungan antara setiap sarana pembuktian dari data atau bukti lain dapat dipertanggung jawabkan kebenarannya. Tahap pengumpulan ini juga disebut Acquisition.
            Beranjak menuju tahap selanjutnya adalah pemeliharaan (Preservation) dan analisis (Analysis) dalam tahap ini seorang linguis harus memelihara barang bukti ataupun data yang telah dikumpulkan agar tidak rusak, hilang, ataupun dicuri. Data dan barang bukti harus dipelihara sebagaimana ketika diambil dari asalnya agar dapat dipertanggung jawabkan keotentikannya. Lalu dalam tahap ini seorang linguis akan memulai analisis untuk mencari informasi lebih lanjut berkenaan dengan kasus yang dijalani, analisis ini akan menggunakan batasan-batasan analisis yang ada sesuai dengan area atau lahan yang bersangkutan yang telah disebutkan diatas.
            Dari beberapa tahap tersebut diatas, dalam tulisan ini seorang penyelidik secara umum dan seorang linguis secara khusus akan mendapatkan beberapa informasi yang bisa dilaporkan dalam ruang pengadilan, informasi-informasi ini antara lain (https://id.wikipedia.org/wiki/Ilmu_forensik) : Information on corpus delicti, dari pemeriksaan baik TKP maupun barang bukti dapat menjelaskan dan membuktikan bahwa telah terjadi suatu tindak pidana. Information on modus operandi, beberapa pelaku kejahatan mempunyai cara – cara tersendiri dalam melakukan kejahatan dengan pemeriksaan barang bukti kaitannya dengan modus operandi sehingga dapat diharapkan siapa pelakunya. Linking a suspect with a victim, pemeriksaan terhadap barang bukti di TKP ataupun korban dapat mengakibatkan keterlibatan tersangka dengan korban, karena dalam suatu tindak pidana pasti ada material dari tersangka yang tertinggal pada korban. Linking a person to a crime scene, setelah terjadi tindak pidana banyak kemungkinan terjadi terhadap TKP maupun korban yang dilakukan oleh orang lain selain tersangka mengambil keuntungan. Disproving or supporting a Witness ’s Testimony, pemeriksaan terhadap barang bukti dapat memberikan petunjuk apakah keterangan yang diberikan oleh tersangka ataupun saksi berbohong atau tidak. Identification of a suspect, barang bukti terbaik yang dapat digunakan untuk mengindentifikasi seorang tersangka adalah sidik jari, karena sidik jari mempunyai sifat sangat karakteristik dan sangat individu bagi setiap orang. Providing Investigative leads, pemeriksaan dari barang bukti dapat memberikan arah yang jelas dalam penyidikan.

Linguistik Dalam Pengadilan
            Dalam suatu proses peradilan, pembuktian merupakan hal yang penting dalam menentukan keberhasilan pihah-pihak yang berperkara. Menang atau kalahnya para pihak yang berperkara ditentukan dalam tahap pembuktian karena pembuktian merupakan landasan bagi para hakim dalam menentukan memutuskan suatu perkara. Dengan demikian tujuan pembuktian adalah untuk memperoleh putusan hakim yang didasarkan atas pembuktian tersebut. Atau dengan kata lain tujuan dari pembuktian adalah mencari atau menemukan kebenaran suatu peristiwa yang digunakan sebagai dasar putusan hakim yang mempunyai akibat hukum (http://khafidsociality.blogspot.co.id/2011/09/peranan-saksi-dan-keterangan-ahli-dalam.html)
            Keterangan saksi dan keterangan ahli merupakan salah satu alat bukti yang panting dalam pembuktian perkara pada tahap sidang pengadilan. Hakim melakukan pemeriksaan terhadap saksi dan keterangan ahli pada saat persidangan. Keterangan Saksi dan keterangan ahli pada pemeriksaan di persidangan merupakan pedoman bagi hakim dalam melakukan putusannya. Akan tetapi Keterangan seorang saksi ataupun keterangan ahli saja tidak cukup untuk menyakinkan hakim dalam memutuskan perakaranya tersebut. Karena bisa saja keterangan saksi yang satu dengan keterangan saksi yang lainnya atau pun keterangan ahli yang satu dengan keterangan ahli lainnya saling berbeda pandangan. (http://khafidsociality.blogspot.co.id/2011/09/peranan-saksi-dan-keterangan-ahli-dalam.html)
Seorang ahli linguistik dapat menjadi saksi ahli dalam sebuah pengadilan dengan melalui dua tahapan. Dalam pengadilan ini, biasanya seorang linguis akan dimintai laporan dari hasil analisisnya mengenai kasus yang sedang berjalan, laporan ini adalah dalam bentuk tulisan. Selanjutnya, ada kalanya pengadilan meminta kepada seorang ahli untuk datang ke pengadilan untuk mempertanggung jawabkan laporannya atau menjelaskan serta menguatkan pendapat dalam laporannya. Coulthard dan Johnson (2007) menyebutkan ada dua cara bagi ahli linguistik untuk memaparkan opininya. Pertama, opini disampaikan secara semantis. Kedua, ahli linguistik menyampaikan opini (ada kalanya) secara statistik.
            Iman Santoso (2014) menulis dalam tulisannya, pilihan pertama yang sering dilakukan oleh sebagian ahli linguistik forensik dan fonetik. Secara tradisional para ahli lingustik merasa tidak dapat menyajikan temuannya secara statistik dalam bentuk probabilitas matematis, sehingga opini lebih banyak dikodekan secara semantis (Coulthard & Johnson, 2007:202). Jika dilihat dari paradigma penelitian ilmiah, kajian di bidang linguistik memang lebih banyak bersinggungan dengan paradigma penelitian kualitatif, meskipun pada kondisi tertentu bisa pula didekati dengan pendekatan kuantitatif.
Penyampaian opini secara semantis pernah dilakukan Coulthard pada tahun 2002 terhadap kasus yang melibatkan Stuart Campbell. Dia merupakan tersangka dalam  pembunuhan keponakannya –Danielle. Salah satu alat bukti dalam kasus tersebut adalah  pesan tertulis yang dikirim ke telepon Campbell dari Danielle setelah ia hilang. Pesan tersebut diduga dikirim oleh Campbell menggunakan telepon Danielle. Coulthard diminta untuk membandingkannya dengan pesan singkat yang pernah dikirimkan Danielle tiga hari sebelum hilang. Berikut adalah pesan singkat yang diduga berasal dari Danielle.
HIYA STU WOT U UP 2.IM IN SO MUCH TRUBLE AT HOME AT MOMENT EVONE HATES ME EVEN U! WOT THE HELL AV I DONE NOW? Y WONT U JUST TELL ME TEXT BCK PLEASE DAN XXX
            Pesan tertulis via telepon tersebut berisi pilihan bentuk linguistik yang jarang sekali muncul atau bahkan tidak ada pada korpus pesan tertulis dari Danielle yang digunakan sebagai pembanding diantaranya penulisan huruf kapital pada keseluruhan kalimat, ejaan ‘what’ dengan ‘wot’ dan penulisan morfeme ‘one’ secara penuh pada ‘EVONE’ daripada penggunakan penggantinya yaitu angka ‘1’. Saat memberikan keterangan ahli pada kasus ini coulthard menggunakan skala semantik tetap (fixed semantik scale) yang terentang dari ‘paling positif’ hingga ‘paling negatif’.
            Berdasarkan pada hasil kajiannya, coulthard lalu mengajukan pendapat bahwa pesan tertulis yang di klaim oleh Campbell sebagai pesan dari Danielle diberi skala ‘-2’ yang bermakna  it was fairli likely that Danielle had not written the text message.
            Pilihan kedua yang dapat dilakukan oleh para ahli linguistik adalah menyajikan pendapatnya secara statistik. Melalui cara ini opini yang diajukan oleh saksi ahli forensik linguistik memiliki keuntungan, karena dapat diwujudkan secara matematis sehingga lebih terukur, metode ini terutama melihat kemiripan antara data mentah dengan beberapa bentuk bahasa yang diuji. Ukuran yang diperoleh disebut rasio kemiripan (likehood ratio).
Etika dan Aturan Saksi Ahli
            Iman Santoso (2014) mengatakan dalam tulisannya “Dalam proses hukum, terutama dalam persidangan kehadiran saksi ahli seringkali menjadi suatu keharusan. Saksi ahlidapat didefinisikan sebagai seseorang yang diijinkan untuk memberikan pendapat kesaksian dalam persidangan yang didasarkan atas pengetahuan khusus yang dimilikinya, pelatihan atau pengalaman, jika pendapat tersebut handal, relevan dengan kasus yang ada dan membantu pencari fakta untuk menghasilkan keputusan (Hutchinson, 2012). Sedang menurut Susanti (2012) -dengan mengutip British Medical  Asociation - saksi ahli merupakan orang yang memenuhi syarat dalam hal pengetahuan dan  pengalamannya untuk memberikan pendapat tentang isu tertentu ke pengadilan. Berdasarkan KUHAP pasal 1 butir 28 disebutkan bahwa keterangan ahli adalah keterangan yang diberikan oleh seorang yang memiliki keahlian khusus tentang hal yang diperlukan untuk membuat terang suatu perkara pidana guna kepentingan pemeriksaan.
Dalam pengadilan sebuah kasus, seorang ahli harus memiliki etika-etika yang membuat dia lebih reliable. Iman Santoso (2014) mengemukakan, seorang saksi ahli, seorang linguis terikat pada etika tertentu, Ainsworth (2010) mengidentifikasi beberapa etika yang harus diperhatikan oleh seorang saksi ahli linguistik forensik sebagai berikut : pertama, seorang saksi ahli dapat memberikan kesaksian pada salah satu pihak yang bertikai, atau pihak yang lainnya. Acuan yang harus dipegang adalah ahli hanya bertugas secara loyal untuk keilmuannya. Hal ini berbeda dengan pengacara yang loyal kepada kliennya. Kedua, terkait dengan kompensasi, saksi ahli tidak diperbolehkan menghitung honornya sebagai saksi menggunakan contingency fee, satu hal yang wajar yang dikenakan pada pengacara. Ketiga, saksi ahli, mempunyai kewajiban melakukan analisis yang objektif.
Seorang saksi ahli juga memiliki aturan-aturan dalam tugasnya sebagai pembantu hakim dalam membuat terang sebuah perkara. Aturan-aturan yang mengikat seorang saksi ahli antara lain: (1) bukti ahli yang disajikan harus merupakan produk yang independen dari ahli dan tidak terpengaruh oleh bentuk atau isi tuntutan dalam proses pengadilan. (2) seorang saksi ahli harus menyediakan bantuan yang independen ke pengadilan secara objektif, opini yang tidak bias terkait dengan permasalahan dalam koridor kepakarannya dan tidak boleh berasumsi layaknya seorang pengacara, dan (3) seorang saksi ahli harus menyatakan fakta-fakta dan asumsi-asumsi yang menjadi dasar opininya, dan dia tidak boleh menghilangkan fakta-fakta material yang dapat mengurangi kesimpulan. (Iman Santoso, 2014)
Penutup
            Dalam sistem pengadilan pada saat ini, bidang forensik linguistik memang tidak seintensif bidang forensik yang lain seperti kedokteran forensik atau psikologi forensik, namun perlu dicermati kembali bahwa forensik linguistik tidaklah bisa dianggap enteng dan dipandang sebelah mata. Dalam kasus tertentu, forensik linguistik sangatlah berperan dan bahkan paling berperan dibanding yang lainnya. Secara umum, kesaksian seorang ahli linguistik dalam penegakan keadilan adalah bertujuan untuk membuat terang sebuah tindak pidana dengan melakukan penyelidikan atau analisis yang berguna sebagai bukti.
            Pembuktian merupakan hal yang penting dalam menentukan keberhasilan pihah-pihak yang berperkara. Menang atau kalahnya para pihak yang berperkara ditentukan dalam tahap pembuktian karena pembuktian merupakan landasan bagi para hakim dalam menentukan memutuskan suatu perkara. Dengan demikian tujuan pembuktian adalah untuk memperoleh putusan hakim yang didasarkan atas pembuktian tersebut. Atau dengan kata lain tujuan dari pembuktian adalah mencari atau menemukan kebenaran suatu peristiwa yang digunakan sebagai dasar putusan hakim yang mempunyai akibat hukum.
            Seorang ahli linguistik akan melakukan tahap-tahap penyelidikan untuk menjadikan hasil analisis yang dilakoni bersifat ilmiah untuk dijadikan sebagai bukti dalam pengadilan. Tahan-tahap dasar tersebut adalah mengumpulkan data yang kemudian harus dipelihara dan menganalisis dan kemudian akan dilaporkan dalam pengadilan.
            Selain itu, seorang ahli linguistik sebagai saksi ahli memiliki kewajiban membantu seorang hakim dalam memberikan keputusan pengadilan pada sebuah kasus hukum, yang mana seorang ahli linguistik harus beracuan pada etika-etika seorang saksi ahli dan juga aturan dan ketentuan seorang saksi ahli agar opini dan segala sesuatu yang dilaporkan dari hasil analisisnya dapat dipercaya dan dapat dipertanggung jawabkan.
Referensi
Andrew Leonard, Robert. 2005. The International Journal of the Humanities. Melbourne: Common Ground Publishing Pty Ltd.
Bunn, Sarah. 2015. Forensic Language Analysis. London: www.Parliement.uk/post.
Coulthard, M & Alison J. 2010.  The Routledge Handbook of Forensic Linguistics. New York : Taylor & Francis e-Library.
Coulthard, M & Alison J. 2007. An Introduction to Forensic Linguistics Language in Evidence. New York : Taylor & Francis e-Library.
Dukusiam, Pamungkas. 2011. Peranan Saksi dan Keterangan Ahli Dalam Putusan Hakim. http://khafidsociality.blogspot.co.id/2011/09/peranan-saksi-dan-keterangan-ahli-dalam.html.
Fahrel, uchy. 2002. berbagai-kajianlinguistik. http://www.slideshare.net/uchyfahrel/berbagai-kajianlinguistik.
Gibbons, J & M. Teresa T. 2008. Dimensions of Forensic Linguistics. Amsterdam: John Benjamins Publishing Company.
Hamzah, Andi. 2015. KUHP & KUHAP. Jakarta: Rineka Cipta.
McMenamin, Gerald R. 2002. Forensic Linguistic : Advances in Forensic Linguistic. Florida: CRC Press.
Olsson, John. 2008. Forensic Linguistic : Second edition. New York: Continuum International Publishing Group.
Philips, Susan U. 1998. Ideology in the language of judges: how judges practice law,
politics, and courtroom control.
New York: Oxfor University Press.
Pengertian Ilmu Forensik Dan Ruang Lingkupnya. https://id.wikipedia.org/wiki/Ilmu_forensik
Pope, Rob. 2002. The English Studies Book An Introduction to Language, Literature and Culture Second Edition. New York : Taylor & Francis e-Library.
Purnomo, Bambang. 1984. Orientasi Hukum Acara Pidana Indonesia. Yogyakarta: Amarta Buku.
Santoso, Iman. 2014. Mengenal Linguistik Forensik : Linguis Sebagai Saksi Ahli. https://www.academia.edu/12077410/Mengenal_Linguistik_Forensik_Linguis_sebagai_Saksi_Ahli
Simpson, James. 2011. The Routledge Handbook of Applied Linguistic. New York : Taylor & Francis e-Library.
Soeroso, R. 2013. Pengantar Ilmu Hukum. Jakarta: Sinar Grafika.
Tiersma, Peter. 2002. What is Forensic Linguistics?. http://www.languageandlaw.org/.
Yuku. 2008. KBBIAndroid4.0.0. www.kejut.com/kbbimobile.
Yunus, Nur Rohim. 2012. Restorasi Budaya Hukum Masyarakat Indonesia. Jurisprudence Press.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar