Karakteristik kejiwaan da'i dan mad'u
oleh : Nailin Nadzifah
BAB I
oleh : Nailin Nadzifah
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Manusia
yang terdiri dari dua unsur, yaitu unsur jasmani dan rohani, selalu menarik
untuk dibicarakan, sifatnya yang unik dan kompleks selalu menarik untuk di
teliti. Kajian manusia yang terkait dengan dimensi fisik atau jasmani telah
banyak mendapatkan perhatian dari kalangan para sarjana, baik di dunia barat,
maupun dunia islam, sehingga tidak mengherankan bila pertumbuhan kajian ini
sangat cepat. Berbeda dengan kajian rohani, di dunia barat kurang mendapatkan
perhatian dari para sarjana sehingga perkembangannya juga kurang begitu pesat. Masalah
pokok yang tidak memudahkan para ahli untuk mengetahui dengan tepat esensi jiwa
adalah sifat hidup kejiwaan manusia, kecuali abstrak, juga mudahnya berubah
karena rangsangan lingkungan sehingga hanya gejala-gejalanya saja yang dapat di
jadikan landasan faktual dalam penganalisisan ilmiah.
B.
Perumusan Masalah
-
Bagaimana
pandangan manusia menurut psikologi?
-
Bagaimana
konsep manusia menurut pandangan Islam?
-
Bagaimana
mad’u dan kondisinya?
-
Bagaimana
pengaruh dakwah Islam terhadap individu dan masyarakat?
-
Bagaimana
da’i dan kepribadiannya?
C.
Tujuan Penulisan
-
Untuk
mengetahui pandangan manusia menurut psikologi.
-
Untuk
mangetahui konsep manusia menurut pandangan Islam.
-
Untuk
mngetahui mad’u dan kondisi mad’u.
-
Untuk
mengetahui pengaruh dakwah Islam terhadap individu dan masyarakat.
-
Untuk
mengetahui da’i dan kepribadiannya.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Konsep Manusia Menurut Psikologi
Telah banyak aliran psikologi yang melahirkan teori-teori tentang manusia,
tapi ada empat pendekatan yang paling dominan :
1.
Psikoanalisis
sebuah aliran psikologi yang melukiskan manusia sebagai mahluk yang di gerakkan
oleh keinginan-keinginan terpendam.
2.
Behaviorisme
aliran psikologi yang memandang manusia sebagi mahluk yang digerakkan oleh
lingkungan.
3.
Psikologi
kognitif aliran psikologi yang melihat manusia sebagai mahluk yang aktif mengorganisasikan dan mengolah stimuli yang
diterimanya.
4.
Psikologi
humanistik, menggambarkan manusia sebagai pelaku aktif dalam merumuskan strategi
transaksional dalam lingkungannya.
Pandangan psikoanalisis,
Sigmund freud adalah pendiri psikoanalisis yang pertama yang berusaha
merumuskan psikologi manusia. Freud memfokuskan perhatiannya pada totalitas
kepribadian manusia, bukan pada bagian-bagian yang terpisah. Pendekatan
psikoanalisis manusia sangat kompleks tetapi, secara garis besar dapat
diringkas dalam tiga kesatuan kompleks yang mempunyai hubungan timbal balik.
Freud menggambarkan tentang tiga sistem utama kepribadian manusia :
-
Id (das es), merupakan wadah yang berisi dorongan-dorongan
bawaan yang bersifat primitif dan dorongan-dorongan biologis manusia, id
bergerak berdasrkan prinsip kesenangan dan kepuasan, dan id merupakan lapisan
psikis paling dasar.Id adalah tabiat hewani manusia, terdapat dua
naluri, yakni libido, dan thanatos berada. Libido adalah insting reproduktif
yang menyediakan energi dasar untuk kegiatan-kegiatan manusia yang konstruktif.
Libido meliputi segala hal yang mendatangkan kenikmatan termasuk kasih sayang,
pemujaan pada Tuhan, dan cinta diri. Sedangkan thanatos adalah insting yang
bersifat destruktif dan agresif.[1]
sebagai suatu sistem id mempunyai fungsi menunaikan prinsip
kehidupan asli manusia berupa penyaluran dorongan naluriah.Dengan kata lain, id
mengemban prinsip kesenangan yang tujuannya untuk membebaskan manusia dari
ketegangan dorongan naluri dasar.[2]
-
Ego
(das ich), adalah yang menjembatani tuntutan id
dengan realitas dunia luar. Ego adalah mediator antara hasrat-hasrat hewani
dengan tuntutan rasional dan relistik. Ego lah yang menyebabkan manusia
menundukkan hasrat hewaninya dan hidup sebagai wujud yang rasional.[3]
Merupakan sistem yang berfungsi menyalurkan dorongan id ke keadaan
yang nyata.Segala bentuk dorongan naluri dasar yang berasal dari id hanya dapat
di realisasi dalam bentuk nyata melalui bantuan ego.Ego juga mengandung prinsip
kesadaran.[4]
-
Super
ego adalah aspek sosiologis kepribadian, yaitu sistem kepribadian yang berisi
nilai dan aturan yang sifatnya evaluatif.[5]
Super ego, berfungsi
untuk mengontrol dan menyensor id agar tidak begitu saja merealisasikan
pemuasannya.Super ego dapat di ibaratkan kata hati yang terbentuk melalui
proses internalisasi yang meliputi larangan dan perintah dari dunia luar yang
berhubungan dengan lingkungan sosial, dan nilai moral.Ego berada di tengah
antara memenuhi desakan id dan super ego.[6]
Pandangan behavioris, melahirkan pendekatan yang sangat kontradiktif
dengan psikoanlisis yang memandang bahwa manusia sangat dipengaruhi oleh
insting dan dorongan nafsu rendah.Aliran ini menyatakan bahwa semua tingkah
laku manusia, bisa ditelusuri asalnya dari bentuk refleks-refleks yang
merupakan elemen tingkah laku yang paling sederhana, dengannya semua tingkah
laku yang kompleks dan lebih tinggi bisa disusun.Menurut aliran ini, manusia
hanyalah merupakan mahluk kebiasaan belaka, karena sang pendidik dengan sesuka
hati bisa mempengaruhi refleks-refleks anak didiknya dalam membentuk perilaku
dan kebiasaan-kebiasaanya.
Belakangan, teori behavioris lebih
dikenal dengan nama “teori belajar”, karena menurut mereka, seluruh perilaku
manusia kecuali insting adalah hasil belajar.Belajar dalam arti perubahan
perilaku organisme sabagai pengaruh lingkungan.
Psikologi kognitif, menempatkan manusia sebagai mahluk yang bereaksi
secara aktif terhadap lingkungannya dengan cara berpikir. Psikologi kognitif
mempelajari bagaimana arus informasi yang ditangkap oleh indra diproses dalam
jiwa seseorang sebelum diendapkan dalam kesadaran atau diwujudkan dalam bentuk
tingkah laku. Reaksi terhadap rangsangan tidak selalu keluar berupa tingkah
laku nyata, akan tetapi juga bisa mengendap berupa ingatan, atau diproses
menjadi gejolak perasaan, seperti rasa gelisah, kecewa, dan sebagainya.[7]
Psikologi humanistik, merupakan pemikiran
yang berbeda dari psikologi yang lainnya. Manusia bukanlah pelaku dalam
panggung masyarakat, bukanlah pencari identitas, tapi juga pencari makna. Carl
Rogers memberikan gambaran besar pandangan psikologi humanstik :
-
Setiap manusia hidup dalam pengalaman yang bersifat
pribadi dimana dia, sang aku, atau diriku menjadi pusat.
-
Individu bereaksi pada situasi sesuai dengan
persepsi tentang dirinya dan dunianya, ia bereaksi pada realita seperti yang di
persepsikan olehnya.
-
Anggapan adanya ancaman tehadap dirinya akan di
ikuti oleh pertahanan diri berupa penyempitan dan pengakuan persepsi dan
perilaku, penyesuaian serta penggunaan mekanisme pertahanan ego, seperti
rasionalisasi.
-
Kecenderungan batiniah manusia menuju kesehatan dan
keutuhan diri.[8]
B. Konsep
Manusia Menurut Islam
1. Hakikat
Manusia
Untuk memahami hakikat manusia, beberapa
sarjana mengemukakan beberapa pendekatan. Pertama, mempelajari dan menyelidiki manusia dalam hakikatnya yang murni dan
esensial. kedua, melalui pendekatan ideologis dan
spiritual yang mengatur tindakan manusia yang memengaruhi dan membentuk personalitasnya.
Ketiga, mengambil konsep tentang manusia dari
penyelidikan tentang lembaga-lembaga etika dan yuridis yang telah terbentuk
dari pengalaman-pengalaman sejarah yang dihormati, oleh karena lembaga-lembaga
tersebut telah dapat melindungi manusia.[9]
Manusia menurut
al-Quran dimaknai dengan menggunakan beberapa istilah, yaitu bani (banu)
adam atau dzurriyyat dalam adam (keturunan, anak cucu adam), al-insan,
al-ins, al-nas atau unas dan al-basyar. Sebagian
ahli agama, term-term tersebut dimaknai berbeda satu dengan yang lain. Manusia
dinyatakan dalam al-Quran, keberadaannya di dunia ditempatkan oleh tuhan pada
posisi terhormat, seperti dinyatakan dalam al-Quran surat at-Tiin ayat 4, yaitu
sebaik-baiknya ciptaan Tuhan yang maha Esa.[10]
Para sarjana islam sepakat bahwa manusia merupakan mahluk Allah yang
terdiri dari dua dimensi, yaitu jasmani dan rohani atau jiwa dan raga. Islam
tidak hanya memandang dari segi pikiran atau kejiwaannya saja sehingga
melupakan jasmani. Sebaliknya, Islam memandang manusia sebagai mahluk yang
terdiri dari jasmani dan rohani.
2. Kedudukan
Nafs dalam Struktur Kepribadian Manusia
Keprbadian menurut banyak orang adalah pengaruh yang ditimbulkan atas
diri orang lain, atau sebagai kesan utama yang ditinggalkan seseorang pada
orang lain.Kepribadian menurut psikologi adalah oraganisasi dinamis dari organ
fisik dan psikis dalam diri individu yang membentuk karakter yang unik dalam
penyesuaian dengan lingkungannya.[11]
Faktor-faktor yang membentuk kepribadian, menurut ilmu psikologi modern
bisa di klasifikasikan menjadi dua bagian. Pertama, faktor keturunan, yaitu faktor-faktor yang timbul dari individu itu
sendiri. Kedua, faktor lingkungan, yaitu faktor-faktor
yang timbul dari lingkungan sosial budaya.
Dalam kaitannya dengan manusia, kata nafs di bagi menjadi tiga kategori, nafs sebagai totalitas manusia, nafs sebagai sesuatu dalam diri manusia yang
memengaruhi perbuatan, dan nafs sebagai sisi dalam manusia sebagai lawan dari
sisi luarnya.
Nafs sebagai totalitas manusia
mengisyaratkan bahwa mnusia memiliki dua dimensi, dimensi jiwa, dan dimensi
raga. Nafs sebagaia sisi dalam manusia tersirat
dalam firman Allah dalam surat ar-Ra’du ayat 10, dimana kesanggupan manusia
untuk merahasiakan dan berterus terang dengan ucapannya. Sedangkan nafs sebagai penggerak tingkah laku,
berfungsi sebagai penampung hal yang baik, dan hal yang buruk.
3. Segi
Positif dan Negatif manusia
Dalam kepribadian manusia
terkandung berbagai sifat yang tercermin dalam berbagai kebutuhan fisik yang
harus dipenuhi demi kelangsungan hidup dirinya. Selain itu, dalam kepribadian
manusia juga terkandung berbagai sifat malaikat yang terkandung dalam kerinduan
spiritualnya untuk mengenal Allah SWT.
Al-Quran menggambarkan manusia sebagai mahluk yang sempurna dalam
penciptaan, memiliki kelebihan dibandingan dengan mahluk-mahluk lain, seperti kapasitas
intelegensia yang tinggi, memiliki kesadaran moral.[12]
Manusia adalah mahluk pilihan tuhan sabagai khalifah di bumi serta sebagai
mahluk semi samawi dan semi duniawi. Tampaknya gambaran yang diberikan al-Quran
tentang manusia, tidak terlepas dari unsur-unsur kejadian manusia. Dan
terkadang antara kedua aspek tersebut, bisa terjadi konflik sehingga manusia
tertarik oleh kebutuhan-kebutuhan dan kerinduan spiritualnya sehingga menjadi
mahluk yang mulia.
Dengan karunia dan hikmah-Nya, Allah membekali manusia dengan semua
potensi yang diperlukan untuk menyelesaikan konflik tersebut dan melewati ujian
yang sulit itu. Dengan demikian, dalam diri manusia terdapat potensi untuk
melakukan kebajikan dan kejahatan, mengikuti hawa nafsu fisiknya, tenggelam
dalam kenikmatan indrawi, dan berbagai keinginan duniawinya dan kesiapan untuk
membumbung tinggi ke arah ketakwaan, amal saleh. Pada hakikatnya, nafs lebih mudah melakukan hal-hal yang baik
daripada melakukan kejahatan dan pada gilirannya mengisyaratkan bahwa manusia
pada dasarnya diciptakan Allah untuk melakukan kebaikan. Singkatnya, konflik
antara kebaikan dan kejahatan tersebut dikarenakan manusia memiliki dua sisi,
sisi luar dan sisi dalam.
Secara eksplisit, al-Quran menyebut
adanya tiga jenis nafs, yaitu :
1) Nafs
Muthmainnat, yaitu nafsu yang tenang, jauh dari segala keguncangan, selalu
mendorong berbuat kebajikan.
2) Nafs
Ammarat, yaitu
nafsu yang selalu mendorong berbuat kejahatan, tunduk kepada nafsu syahwat, dan
panggilan setan.
Ayat-ayat tertentu dalam al-Quran secara
terang membedakan antara manusia terpuji dangan manusia tercela. Dijelaskan
dalam al-Quran bahwa manusia yang tidak beriman bukanlah manusia sejati,
selanjutnya dikatakan manusia beriman, bertakwa menyerap segala unsur positif
kemanusiaan maka manusia tersebut akan menjadi manusia tersebut akan menjadi
manusia yang memiki kepribadian yang utuh dan mencapai kesempurnaan.[14]
C. Mad’u dan
Kondisinya
Pendekatan sistem adalah pendekatan yang dipergunakan dalam aktivitas
dakwah. Artinya, aktivitas dakwah tidak akan sukses tanpa adanya suatu unsur
atau faktor tertentu.Salah satu unsur dakwah adalah mad’u yakni manusia yang
merupakan individu atau bagian dari komunitas tertentu. Mempelajari tentang
unsur ini merupakan suatu keniscayaan dalam keberhasilan suatu dakwah.
Di awal surat al-Baqarah,
mad’u dikelompokkan dalam tiga rumpun, yaitu : mukmin, kafir, dan
munafik.Mujahid berkata,: empat ayat diawal surat al-Baqarah mendeskripsikan
sikap orang mukmin, dua ayat mendeskripsikan sifat orang kafir, dan tiga belas
ayat brikutnya mendeskripsikan sifat orang munafik”[15]
1)
Tipe
mukmin
-
Berkenaan
dengan akidah : beriman kepada Allah, malaikat, rasul, kitab, hari akhir, dan
qodlo-qodar
-
Berkenaan
dengan ibadah : melaksanakan rukun islam
-
Berkenaan
dengan kehidupan sosial : bergaul dengan orang lain secara baik, suka bekerja
sama, menyeru kepada kebaikan.
-
Berbuat
baik kepada kedua orang tuanya dan saudaranya, mebiayai keluarga
2)
kafir
-
Tidak
beriman kepada Allah
-
Menolak
beribadah kepada Allah
-
Zhalim,
memusuhi orang beriman, senang mengajak kemungkaran
-
Membenci
orang mukmin[16]
3)
Tipe
munafik
-
Bersifat
ragu dalam beriman
-
Bersifat
riya, dan malas
-
Menyuruh
kemungkaran dan mencegah kebajikan, suka adu domba
-
Suka
berbohong, ingkar janji, kikir, hedonis
-
Suka
curiga terhadap orang lain, takut mati
1. Manusia sebagai individu
Individu adalah seorang manusia yang tidak hanya memiliki peranan khas
dalam lingkungan sosialnya melainkan juga memiliki kepribadian serta pola
tingkah laku yang spesifik.Para sarjana telah sepakat bahwa pribadi tiap orang
itu tumbuh atas dua kekuatan, yaitu kekuatan dari dalam dan kekuatan dari luar.
Dalam membentuk kepribadian manusia, faktor intern dan faktor ekstern
saling memengaruhi, pribadi terpengaruh lingkungan dan lingkungan diubah oleh
pribadi. Faktor intern yang ada dalam pribadi manusia terus berkembang, dan
hasil perkembangannya dipergunakan untuk mengembangkan pribadi tersebut lebih
lanjut.
Selain perbedaan fisik, keunikan psikis
tiap manusia membawa perbedaan-perbedaan mendasar. Secara psikologis, manusia
sebagi objek dakwah dibedakan oleh berbagai aspek :
-
Sifat-sifat kepribadian yaitu adanya sifat-sifat
manusia yang penakut, pemarah, suka bergaul, peramah, sombong, dan sebagainya.
-
Intelegensi
-
Pengetahuan
-
Keterampilan
-
Nilai-nilai
-
Peranan
2. Manusia sebagai Anggota Masyarakat
Manusia secara hakiki merupakan mahluk sosial sejak ia dilahirkan ia
memerlukan orang lain untuk memenuhi segala kebutuhannya.Masyarakat sebagai
objek dakwah atau sasaran dakwah adalah salah satu unsur yang penting dalam
sistem dakwah yang tidak kalah peranannya dibandingkan dengan unsur-unsur
dakwah yang lain.
Masyarakat dapat memiliki arti luas dan sempit.Dalam arti luas
masyarakat adalah keseluruhan hubungan-hubungan dalam hidup bersama dan tidak
dibatasi oleh lingkungan, bangsa, dan sebagainya.Dalam arti sempit, masyarkat
adalah hubungan sekelompok manusia yang dibatasi oleh aspek-aspek tertentu.
Masyarakat yang merupakan sasaran dakwah
(objek dakwah) tersebut meliputi masyarakat yang dilihat dari berbagai segi:
1. kelompok masyarakat dilihat dari segi
sosiologis.
2. golongan masyarakat dilihat dari segi
struktur kelembagaan.
3. kelompok masyarakat dilihat dari segi
sosiokultural.Klasifikasi ini terutama terletak dalam masyarakat jawa.
4. golongan masyarakat dilihat dari segi
tingkat usia
5. Golongan masyarakat yang dilihat dari
segi okupasional.
6. Golongan masyarakat dilihat dari segi
tingkat hidup sosial-ekonomis.
7. Golongan masyarakat yang dilihat dari
segi jenis kelamin
8. Sasaran yang berhubungan dengan golongan
dilihat dari segi khusus berupa golongan masyarakat tunuasusila, tunawisma,
tunakarya, narapidana, dan lain sebagainya.
Masyarakat dalam perkembangannya sangat
dipengaruhi oleh berbagai hal diantaranya adalah sebagai berikut :
a. Pengaruh Budaya
Budaya adalah segala daya dan aktivitas manusia untuk mengolah dan
mengubah alam. Dalam bahasa Indonesia kebudayaan berasal dari bahasa sanskerta
“Budhayah” yakni bentuk jamak dari budhi yang
berarti akal. Jadi, kebudayaan adalah hasil budi atau akal manusia untuk
kesempurnaan hidup.Sedangkan kata budaya merupakan perkembangan majemuk dari
“budi daya” yang berarti “daya dari budi” sehingga dibedakan antara “budaya”
yang berarti “daya dari budi” yang berupa cipta, karsa, dan rasa dengan
kebudayaan yang berarti hail dari cipta, karsa, dan rasa.[17]
Dengan demikian, secara umum kebudayaan meliputi segala sesuatu yang
dihasilkan dari cipta, rasa, karsa manusia yang bersifat materiil maupun
nonmateriil seperti norma, nilai, kepercayaan, pengetahuan.
Para budayawan sering mengatakan
norma sebagai tingkah laku rata-rata, tingkah laku khusus atau selalu yang dilakukan
berulang-ulang. Nilai adalah konsep-konsep abstrak yang dimilki oleh setiap
individu tentang apa yang dianggap baik atau buruk. Unsur penting kebudayaan
berikutnya adalah kepercayaan yang merupakan konsep manusia tentang individu,
orang lain serta semua aspek yang berkaitan dengan biologi, fisik,
sosial.Kebudayaan suatu masyarakat dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor,
antara lain adalah:
-
Faktor Geografis
Letak geografis artinya, tempat tinggal
suatu masyarakat. Selain itu, alam dan iklim juga sangat berpengaruh terhadap
kebudayaan dan peradaban masyarakat tersebut.
-
Faktor Keturunan
Masyarakat adalah keturunan dari dua
orang yakni Adam dan Hawa. Namun, setelah sekian ribu tahun dari keturunan dua
insan tersebut berkembang menjadi miliaran manusia dimuka bumi.
-
Pengaruh dari Dunia Luar
Perpindahan dari bangsa-bangsa ke bangsa
lain sejak dahulu kala sudah sering terjadi. Perpindahan antar bangsa sangat
berpengaruh terhadap kebudayaan suatu bangsa dapat luntur dan bercampur. Pengaruh
kebudayaan luar ini memungkinkan terjadinya tiga peristiwa :
·
Kebudayaan asli dapat dimusnahkan oleh kebudayaan
pendatang.
·
Kebudayaan asli dengan pendatang akan bercampur
menjadi satu.
·
Antara keduanya kebudayaan tersebut akan
berdampingan, dan saling memajukan.
b. Organisasi Sosial
Setiap masyarakat, memiliki hubungan sosial yang bervariasi yang
terkristalisasi dalam kelompok-kelompok sosial. Relasi dalam kelompok-kelompok
sosial ini dipengaruhi oleh kepercayaan, norma, dan sikap kelompok. Organisasi-organisasi
sosial memiliki peranan besar dalam kehidupan manusia, sebagai contoh sebuah
organisasi keagamaan yang merupakan sumbernilai, kebiasaan, dan kepercayaan. Dalam
lingkup yang lebih besar, negara dapat dikatakan sebagai organisasi sosial,
dimana ia merupakan sumber dari norma-norma dan nilai bagaimana warganya
berperilaku.
Kehidupan beragama di Indonesia dilindungi dan dipelihara oleh negara. Dengan
demikian, dakwah Islam juga dilindungi dan dibina oleh negara. Hal ini di
buktikan susunan pemerintahan negara Indonesia yang mana didalamnya terdapat
Menteri Agama yang memimpin Departemen Agama.
Karena pemegang kekuasaan suatu negara atas daerah tertentu sangat
memengaruhi politik suatu negara, maka seorang Da’i dalam menentukan startegi
dakwahnya harus benar-benar memerhatikan pemegang kekeuasaan negara tersebut,
bagaimana ideologinya, kepribadiannya, dan lain-lain, sebab faktor-faktor
tersebut dapat menjadi penunjang dan penghambat tercapainya tujuan dakwah.
Dalam konteks yang lebih umum, ketika melakukan aktivitas berdakwah,
seorang Da’i dituntut memerhatikan budaya masyarakat serta
organisasi-organisasi sosial yang melingkupi sehingga tidak terjadi benturan
antara dakwah dan kultur masyarakat atau aturan-aturan organisasi sosial
termasuk aturan-aturan negara pemerintah.
D. Pengaruh
Dakwah Islam Terhadap Individu dan Masyarakat
Islam sebagai agama yang universal sangat memerhatikan manusia sebagai
individu, karena individu merupakan dasar bagi tercipatanya msyarakat yang
sejahtera, makmur, dan damai. Perhatian Islam terhadap manusia sebagai individu
terletak apada perhatiannya terhadap sisi spiritual dan material manusia. Islam
sangat konsens terhadap pendidikan manusia terutama yang berkaitan dengan aspek
jasmani dan rohani dengan memberikan porsi pendidikan yang sama dengan tidak
membedakan antar satu sisi dengan yang lainnya. Islam melihat individu secara
menyeluruh yang sesuai dengan fitrahnya sebagai manusia yang mempunyai jiwa dan
raga.
Dalam Islam, manusia secara individu dianjurkan untuk memerhatikan dan
meningkatkan kualitas hidupnya, baik yang berkaitan dengan dunia, maupun di
akhirat nanti.Islam sebagai agama yang membawa syariat baru sebagai pelengkap
syariat-syariat sebelumnya, juga melandaskan ajarannya pada kemashlahatan
manusia, yang berarti bahwa ajaran Islam diturunkan oleh Allah untuk memberikan
bimbingan-bimbingan dan arahan-arahan demi kemashlahatan manusia agar dapat mencapai
individu-individu dan salaeh dan berguna bagi diri sendiri dan masyarakat.
Islam mengajarkan kepada setiap manusia untuk selalu berbuat baik dan
menjauhi perbuatan jahat. Islam juga mengajarkan persamaan hak-hak dan
kewajiban setiap muslim dihadapan Allah. Setiap muslim diajarkan untuk
bertanggung jawab terhadap perbuatannya yang harus dapat menerima konsekuensi
dari apa yang telah mereka lakukan.Yang jelas, Islam mengajak setiap orang baik
muslim atau non muslim untuk berlomba-lomba melakukan kebaikan yang menjadi
ajaran universal para rasul.
Menurut al-Sayyid Sabiq, Islam memberikan perhatian terhadap manusia
sebagi individu dalam tiga hal :
jasmani, akal, moral. Perhatian terhadap jasmani mencakup penjagaan terhadap
kesehatan jasmani agar ia mempunyai raga yang kuat yang jauh dari penyakit,
sehingga akan mampu menghadapi berbagai macam kesulitan. Sedangkan yang
berkaitan dengan akal, Islam mengajak agar setiap individu dapat berfikir sehat
dan jernih sehingga dapat mengambil keputusan berdasarkan kejujuran, kedailan, dan
mampu untuk memahami lingkungan yang mengelilingi dan dapat belajar dari perjalanan
umat-umat terdahulu. Sedangkan moral berkaitan dengan ajakan untuk melatih hati
agar mempunyai kecenderungan akan kebaikan dan menjauhi keburukan.
Dalam konteks ajaran Islam, individu tak bisa dipisahkan dari
masyarakat. Manusia itu sendiri diciptakan tuhan terdiri dari laki-laki dan
permpuan, bersuku-suku, dan berbangsa-bangsa agar mereka saling mengenal satu
sama lain dan juga saling memberi manfaat. Disamping adanya perlindungan
terhadap individu, juga terdapat perlindungan terhadap masyaraka. Dalam hukum
Islam juga dikenal konsep “al-dharuriyyat al-khams” yang menggambarkan konsep masyarakat dimana
setiap individu harus dijamin hak-haknya.
Menurut al-Quran, meski masyarakat itu merupakan kerja sama horizontal
antar manusia, tetapi ia merupakan bagian dari hubungan vertikal dengan tuhan. Masyarakat
terbentuk sebgai wujud ketergantungan suatu individu terhadap orang lain,
karena manusia memang mahluk sosial. Al-Quran juga membimbing mereka dalam
membangun sebuah masyarakat. Tatanan masyarakat yang dikehendaki al-Quran adalah
masyarakat yang adil, berdasarkan etika. Model masyarakat yang seperti itu,
hanya mungkin terwujud apabila memiliki suatu ideologi yang benar. Dakwah Islam
dalam hal ini mengajak masyarakat untuk dapat mewujudkan kehidupan yang
tenteram, aman, dan selamat sebagai rahmatan lil ‘aalamiin.
E. Da’i dan
Kepribadiannya
Dakwah dalam Islam merupakan tugas yang sangat mulia, yang juga
merupakan tugas para nabi dan rasul, juga merupakan tanggung jawab setiap
muslim. Dakwah bukanlah pekerjaan yang mudah, dan juga tidak dapat dilakukan
oleh sembarangan orang. Seorang Da’i harus mempunyai persiapan-persiapan yang
matang baik dari segi keilmuan ataupun dari segi budi pekerti. Sangat susah
dibayangkan bahwa suatu dakwah akan berhasil, jika seorang da’i tidak mempunyai
ilmu pengetahuan yang memadai dan tingkah laku yang buruk baik secara pribadi
maupun sosial.
Juru dakwah adalah salah satu faktor dalam kegiatan dakwah yang
menempati posisi yang sangat penting dalam menentukan berhasil atau tidaknya
kegiatan dakwah.Seorang muslim yang hendak menyampaikan dakwah khususnya juru
dakwah profesional yang mengkhususkan diri di bidang dakwah seyogianya memiliki
kepribadian yang baik untuk menunjang keberhasilan berdakwah.
Sosok da’i yang memiliki kepribadian sangat tinggi dan tak pernah kering
di gali adalah pribadi Rasulullah SAW dapat dilihat dari pernyataan al-Quran
dalam surat al-Ahzab ayat 21 yang artinya : Sesungguhnya telah ada pada diri
rasulullah itu suri tauladan yang baik bagi yang mengharap rahmat Allah dan
kedatangannya hari kiamat dan banyak menyebut Allah.
Keteladanan Rasulullah
memiliki pengaruh yang amat besar dalam membantu kaum muslimin untuk mengenal
islam secara teori dan praktek, serta meneladaninya dalam berbagai masalah
kecil maupun besar, baik dalam hal ibadah, muamalat, maupun amal-amal
harian.Saat ini kita dapat mengukur sejauh mana keberhasilan generasi pertama
dalam meneladani Rasulullah.[18]
Klasifikasi kepribadian Da’I yang bersifat
psyches (rohaniah) mencakup sifat, sikap,
dan kemampuan dari pribadi Da’i. ketiga masalah tersebut mencakup keseluruhan
kepribadian yang harus dimiliki.
1.
Sifat-sifat
Da’i
-
Lemah
lembut dalam menyampaikan dakwah
-
Tawadhu’
dan rendah hati
-
Ramah,
dan penuh pengertian
-
Tidak
memiliki sifat egois
2.
Sikap seorang da’i
-
Berakhlak mulia
-
Disiplin dan bijaksana
-
Berpandangan luas
-
Berpengetahuan yang cukup
Dan jika kepribadian dipandang dari segi
jasmani,seorang da’i hendaknya sehat jasmaninya, dan juga berpakaian sopan dan
rapi.Dan tentunya masih banyak lagi.Jelasnya, da’i adalah suri tauladan
bagi masyarkat.Karena sebagai panutan, maka sudah selayaknya bahwa figur
seorang da’i adalah figur yang dicontoh dalam segala aspek kehidupan manusia
muslim.[19]
BAB III
A. KESIMPULAN
Telah banyak
aliran psikologi yang melahirkan teori-teori tentang manusia, tetapi ada empat
pendekatan yang paling dominan:
-
Psikoanalisis
-
Behaviorisme
-
Kognitif
-
Humanistik
Dalam
al-qur’an terdapat empat kata atau istilah yang di gunakan untuk menunjukan
manusia. Pertama, kata “ins” yang
kemudian membentuk kata insan dan unas. Kata “insan” di ambil dari asal
kata “uns” yang mempunyai arti jinak, tidak liar, senang hati, tampak
atau terlihat. Seperti dalam firman Allah dalam surat at-Tin : 4.
Da’i dan kepribadiannya
1.
kepribadian yang bersifat rohaniah
-
Sifat-sifat Da’i
-
Sikap seorang da’i
2.
Kepridian yang bersifat jasmani
-
Sehat jasmani
-
Berpakaian sopan dan rapi
Mad’u
(objek dakwah) dan kondisinya
-
Manusia sebagai individu
-
Manusia sebagai anggota masyarakat
(kelompok)
B.
PENUTUP
Demikian pemaparan makalah yang
dapat kami sampaikan, kritik dan saran sangat kami harapkan guna untuk menjadi
bahan acuan pembuatan makalah yang akan datang, semoga makalah ini dapat
bermanfaat untuk kita semua.
DAFTAR PUSTAKA
Amin, Samsul, Munir. 2013. Ilmu
Dakwah. Jakarta : Amzah.
Djalaluddin. 2009.Psikologi Agama.Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Faizah, Lalu Muchsin Effendi. 2006. Psikologi
Dakwah. Jakarta: Prenada Media Group.
Munir, M. 2003. Metode Dakwah.
Jakarta: Prenada Media.
Ilahi, Wahyu. 2013. Komunikasi
Dakwah. Bandung : Remaja Rosdakarya.
Prawira, Purwa, Atmaja. 2012. Psikologi
Umum. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media.
Rohmah, Noer. 2013. Pengantar
Psikologi Agama.Yogyakarta: Teras.
Widagdho, Djoko. 2012. Ilmu
Budaya Dasar. Jakarta: Bumi Aksara.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar