Senin, 09 Januari 2017

Karakteristik kejiwaan da'i dan mad'u



Karakteristik kejiwaan da'i dan mad'u
oleh : Nailin Nadzifah

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Manusia yang terdiri dari dua unsur, yaitu unsur jasmani dan rohani, selalu menarik untuk dibicarakan, sifatnya yang unik dan kompleks selalu menarik untuk di teliti. Kajian manusia yang terkait dengan dimensi fisik atau jasmani telah banyak mendapatkan perhatian dari kalangan para sarjana, baik di dunia barat, maupun dunia islam, sehingga tidak mengherankan bila pertumbuhan kajian ini sangat cepat. Berbeda dengan kajian rohani, di dunia barat kurang mendapatkan perhatian dari para sarjana sehingga perkembangannya juga kurang begitu pesat. Masalah pokok yang tidak memudahkan para ahli untuk mengetahui dengan tepat esensi jiwa adalah sifat hidup kejiwaan manusia, kecuali abstrak, juga mudahnya berubah karena rangsangan lingkungan sehingga hanya gejala-gejalanya saja yang dapat di jadikan landasan faktual dalam penganalisisan ilmiah.
B.     Perumusan Masalah
-          Bagaimana pandangan manusia menurut psikologi?
-          Bagaimana konsep manusia menurut pandangan Islam?
-          Bagaimana mad’u dan kondisinya?
-          Bagaimana pengaruh dakwah Islam terhadap individu dan masyarakat?
-          Bagaimana da’i dan kepribadiannya?
C.    Tujuan Penulisan
-          Untuk mengetahui pandangan manusia menurut psikologi.
-          Untuk mangetahui konsep manusia menurut pandangan Islam.
-          Untuk mngetahui mad’u dan kondisi mad’u.
-          Untuk mengetahui pengaruh dakwah Islam terhadap individu dan masyarakat.
-          Untuk mengetahui da’i dan kepribadiannya.




BAB II
PEMBAHASAN
A.    Konsep Manusia Menurut Psikologi
Telah banyak aliran psikologi yang melahirkan teori-teori tentang manusia, tapi ada empat pendekatan yang paling dominan :
1.      Psikoanalisis sebuah aliran psikologi yang melukiskan manusia sebagai mahluk yang di gerakkan oleh keinginan-keinginan terpendam.
2.      Behaviorisme aliran psikologi yang memandang manusia sebagi mahluk yang digerakkan oleh lingkungan.
3.      Psikologi kognitif aliran psikologi yang melihat manusia sebagai mahluk yang aktif  mengorganisasikan dan mengolah stimuli yang diterimanya.
4.      Psikologi humanistik, menggambarkan manusia sebagai pelaku aktif dalam merumuskan strategi transaksional dalam lingkungannya.
      Pandangan psikoanalisis, Sigmund freud adalah pendiri psikoanalisis yang pertama yang berusaha merumuskan psikologi manusia. Freud memfokuskan perhatiannya pada totalitas kepribadian manusia, bukan pada bagian-bagian yang terpisah. Pendekatan psikoanalisis manusia sangat kompleks tetapi, secara garis besar dapat diringkas dalam tiga kesatuan kompleks yang mempunyai hubungan timbal balik.
Freud menggambarkan tentang tiga sistem utama kepribadian manusia :
-          Id (das es), merupakan wadah yang berisi dorongan-dorongan bawaan yang bersifat primitif dan dorongan-dorongan biologis manusia, id bergerak berdasrkan prinsip kesenangan dan kepuasan, dan id merupakan lapisan psikis paling dasar.Id adalah tabiat hewani manusia, terdapat dua naluri, yakni libido, dan thanatos berada. Libido adalah insting reproduktif yang menyediakan energi dasar untuk kegiatan-kegiatan manusia yang konstruktif. Libido meliputi segala hal yang mendatangkan kenikmatan termasuk kasih sayang, pemujaan pada Tuhan, dan cinta diri. Sedangkan thanatos adalah insting yang bersifat destruktif dan agresif.[1]
sebagai suatu sistem id mempunyai fungsi menunaikan prinsip kehidupan asli manusia berupa penyaluran dorongan naluriah.Dengan kata lain, id mengemban prinsip kesenangan yang tujuannya untuk membebaskan manusia dari ketegangan dorongan naluri dasar.[2]
-          Ego (das ich), adalah yang menjembatani tuntutan id dengan realitas dunia luar. Ego adalah mediator antara hasrat-hasrat hewani dengan tuntutan rasional dan relistik. Ego lah yang menyebabkan manusia menundukkan hasrat hewaninya dan hidup sebagai wujud yang rasional.[3]
Merupakan sistem yang berfungsi menyalurkan dorongan id ke keadaan yang nyata.Segala bentuk dorongan naluri dasar yang berasal dari id hanya dapat di realisasi dalam bentuk nyata melalui bantuan ego.Ego juga mengandung prinsip kesadaran.[4]
-          Super ego adalah aspek sosiologis kepribadian, yaitu sistem kepribadian yang berisi nilai dan aturan yang sifatnya evaluatif.[5]
Super ego, berfungsi untuk mengontrol dan menyensor id agar tidak begitu saja merealisasikan pemuasannya.Super ego dapat di ibaratkan kata hati yang terbentuk melalui proses internalisasi yang meliputi larangan dan perintah dari dunia luar yang berhubungan dengan lingkungan sosial, dan nilai moral.Ego berada di tengah antara memenuhi desakan id dan super ego.[6]

       Pandangan behavioris, melahirkan pendekatan yang sangat kontradiktif dengan psikoanlisis yang memandang bahwa manusia sangat dipengaruhi oleh insting dan dorongan nafsu rendah.Aliran ini menyatakan bahwa semua tingkah laku manusia, bisa ditelusuri asalnya dari bentuk refleks-refleks yang merupakan elemen tingkah laku yang paling sederhana, dengannya semua tingkah laku yang kompleks dan lebih tinggi bisa disusun.Menurut aliran ini, manusia hanyalah merupakan mahluk kebiasaan belaka, karena sang pendidik dengan sesuka hati bisa mempengaruhi refleks-refleks anak didiknya dalam membentuk perilaku dan kebiasaan-kebiasaanya.
Belakangan, teori behavioris lebih dikenal dengan nama “teori belajar”, karena menurut mereka, seluruh perilaku manusia kecuali insting adalah hasil belajar.Belajar dalam arti perubahan perilaku organisme sabagai pengaruh lingkungan.
      Psikologi kognitif, menempatkan manusia sebagai mahluk yang bereaksi secara aktif terhadap lingkungannya dengan cara berpikir. Psikologi kognitif mempelajari bagaimana arus informasi yang ditangkap oleh indra diproses dalam jiwa seseorang sebelum diendapkan dalam kesadaran atau diwujudkan dalam bentuk tingkah laku. Reaksi terhadap rangsangan tidak selalu keluar berupa tingkah laku nyata, akan tetapi juga bisa mengendap berupa ingatan, atau diproses menjadi gejolak perasaan, seperti rasa gelisah, kecewa, dan sebagainya.[7]
     Psikologi humanistik, merupakan pemikiran yang berbeda dari psikologi yang lainnya. Manusia bukanlah pelaku dalam panggung masyarakat, bukanlah pencari identitas, tapi juga pencari makna. Carl Rogers memberikan gambaran besar pandangan psikologi humanstik :
-          Setiap manusia hidup dalam pengalaman yang bersifat pribadi dimana dia, sang aku, atau diriku menjadi pusat.
-          Individu bereaksi pada situasi sesuai dengan persepsi tentang dirinya dan dunianya, ia bereaksi pada realita seperti yang di persepsikan olehnya.
-          Anggapan adanya ancaman tehadap dirinya akan di ikuti oleh pertahanan diri berupa penyempitan dan pengakuan persepsi dan perilaku, penyesuaian serta penggunaan mekanisme pertahanan ego, seperti rasionalisasi.
-          Kecenderungan batiniah manusia menuju kesehatan dan keutuhan diri.[8]

B.     Konsep Manusia Menurut Islam
1.      Hakikat Manusia
Untuk memahami hakikat manusia, beberapa sarjana mengemukakan beberapa pendekatan. Pertama, mempelajari dan menyelidiki manusia dalam hakikatnya yang murni dan esensial. kedua, melalui pendekatan ideologis dan spiritual yang mengatur tindakan manusia yang memengaruhi dan membentuk personalitasnya. Ketiga, mengambil konsep tentang manusia dari penyelidikan tentang lembaga-lembaga etika dan yuridis yang telah terbentuk dari pengalaman-pengalaman sejarah yang dihormati, oleh karena lembaga-lembaga tersebut telah dapat melindungi manusia.[9]
        Manusia menurut al-Quran dimaknai dengan menggunakan beberapa istilah, yaitu bani (banu) adam atau dzurriyyat dalam adam (keturunan, anak cucu adam), al-insan, al-ins, al-nas atau unas dan al-basyar. Sebagian ahli agama, term-term tersebut dimaknai berbeda satu dengan yang lain. Manusia dinyatakan dalam al-Quran, keberadaannya di dunia ditempatkan oleh tuhan pada posisi terhormat, seperti dinyatakan dalam al-Quran surat at-Tiin ayat 4, yaitu sebaik-baiknya ciptaan Tuhan yang maha Esa.[10]              
       Para sarjana islam sepakat bahwa manusia merupakan mahluk Allah yang terdiri dari dua dimensi, yaitu jasmani dan rohani atau jiwa dan raga. Islam tidak hanya memandang dari segi pikiran atau kejiwaannya saja sehingga melupakan jasmani. Sebaliknya, Islam memandang manusia sebagai mahluk yang terdiri dari jasmani dan rohani.
2.      Kedudukan Nafs dalam Struktur Kepribadian Manusia
     Keprbadian menurut banyak orang adalah pengaruh yang ditimbulkan atas diri orang lain, atau sebagai kesan utama yang ditinggalkan seseorang pada orang lain.Kepribadian menurut psikologi adalah oraganisasi dinamis dari organ fisik dan psikis dalam diri individu yang membentuk karakter yang unik dalam penyesuaian dengan lingkungannya.[11]
     Faktor-faktor yang membentuk kepribadian, menurut ilmu psikologi modern bisa di klasifikasikan menjadi dua bagian. Pertama, faktor keturunan, yaitu faktor-faktor yang timbul dari individu itu sendiri. Kedua, faktor lingkungan, yaitu faktor-faktor yang timbul dari lingkungan sosial budaya.
    Dalam kaitannya dengan manusia, kata nafs di bagi menjadi tiga kategori, nafs sebagai totalitas manusia, nafs sebagai sesuatu dalam diri manusia yang memengaruhi perbuatan, dan nafs sebagai sisi dalam manusia sebagai lawan dari sisi luarnya.
Nafs sebagai totalitas manusia mengisyaratkan bahwa mnusia memiliki dua dimensi, dimensi jiwa, dan dimensi raga. Nafs sebagaia sisi dalam manusia tersirat dalam firman Allah dalam surat ar-Ra’du ayat 10, dimana kesanggupan manusia untuk merahasiakan dan berterus terang dengan ucapannya. Sedangkan nafs sebagai penggerak tingkah laku, berfungsi sebagai penampung hal yang baik, dan hal yang buruk.
3.      Segi Positif dan Negatif manusia
       Dalam kepribadian manusia terkandung berbagai sifat yang tercermin dalam berbagai kebutuhan fisik yang harus dipenuhi demi kelangsungan hidup dirinya. Selain itu, dalam kepribadian manusia juga terkandung berbagai sifat malaikat yang terkandung dalam kerinduan spiritualnya untuk mengenal Allah SWT.
      Al-Quran menggambarkan manusia sebagai mahluk yang sempurna dalam penciptaan, memiliki kelebihan dibandingan dengan mahluk-mahluk lain, seperti kapasitas intelegensia yang tinggi, memiliki kesadaran moral.[12]
     Manusia adalah mahluk pilihan tuhan sabagai khalifah di bumi serta sebagai mahluk semi samawi dan semi duniawi. Tampaknya gambaran yang diberikan al-Quran tentang manusia, tidak terlepas dari unsur-unsur kejadian manusia. Dan terkadang antara kedua aspek tersebut, bisa terjadi konflik sehingga manusia tertarik oleh kebutuhan-kebutuhan dan kerinduan spiritualnya sehingga menjadi mahluk yang mulia.
     Dengan karunia dan hikmah-Nya, Allah membekali manusia dengan semua potensi yang diperlukan untuk menyelesaikan konflik tersebut dan melewati ujian yang sulit itu. Dengan demikian, dalam diri manusia terdapat potensi untuk melakukan kebajikan dan kejahatan, mengikuti hawa nafsu fisiknya, tenggelam dalam kenikmatan indrawi, dan berbagai keinginan duniawinya dan kesiapan untuk membumbung tinggi ke arah ketakwaan, amal saleh. Pada hakikatnya, nafs lebih mudah melakukan hal-hal yang baik daripada melakukan kejahatan dan pada gilirannya mengisyaratkan bahwa manusia pada dasarnya diciptakan Allah untuk melakukan kebaikan. Singkatnya, konflik antara kebaikan dan kejahatan tersebut dikarenakan manusia memiliki dua sisi, sisi luar dan sisi dalam.
Secara eksplisit, al-Quran menyebut adanya tiga jenis nafs, yaitu :
1)      Nafs Muthmainnat, yaitu nafsu yang tenang, jauh dari segala keguncangan, selalu mendorong berbuat kebajikan.
2)      Nafs Ammarat, yaitu nafsu yang selalu mendorong berbuat kejahatan, tunduk kepada nafsu syahwat, dan panggilan setan.
3)      Nafs Lawwamat, yaitu nafs yang belum sempurna, selalu melawan kejahatan hingga disesalinya.[13]
Ayat-ayat tertentu dalam al-Quran secara terang membedakan antara manusia terpuji dangan manusia tercela. Dijelaskan dalam al-Quran bahwa manusia yang tidak beriman bukanlah manusia sejati, selanjutnya dikatakan manusia beriman, bertakwa menyerap segala unsur positif kemanusiaan maka manusia tersebut akan menjadi manusia tersebut akan menjadi manusia yang memiki kepribadian yang utuh dan mencapai kesempurnaan.[14]

C.    Mad’u dan Kondisinya
     Pendekatan sistem adalah pendekatan yang dipergunakan dalam aktivitas dakwah. Artinya, aktivitas dakwah tidak akan sukses tanpa adanya suatu unsur atau faktor tertentu.Salah satu unsur dakwah adalah mad’u yakni manusia yang merupakan individu atau bagian dari komunitas tertentu. Mempelajari tentang unsur ini merupakan suatu keniscayaan dalam keberhasilan suatu dakwah.
    Di awal surat al-Baqarah, mad’u dikelompokkan dalam tiga rumpun, yaitu : mukmin, kafir, dan munafik.Mujahid berkata,: empat ayat diawal surat al-Baqarah mendeskripsikan sikap orang mukmin, dua ayat mendeskripsikan sifat orang kafir, dan tiga belas ayat brikutnya mendeskripsikan sifat orang munafik”[15]
1)      Tipe mukmin
-          Berkenaan dengan akidah : beriman kepada Allah, malaikat, rasul, kitab, hari akhir, dan qodlo-qodar
-          Berkenaan dengan ibadah : melaksanakan rukun islam
-          Berkenaan dengan kehidupan sosial : bergaul dengan orang lain secara baik, suka bekerja sama, menyeru kepada kebaikan.
-          Berbuat baik kepada kedua orang tuanya dan saudaranya, mebiayai keluarga
2)      kafir
-          Tidak beriman kepada Allah
-          Menolak beribadah kepada Allah
-          Zhalim, memusuhi orang beriman, senang mengajak kemungkaran
-          Membenci orang mukmin[16] 
3)      Tipe munafik
-          Bersifat ragu dalam beriman
-          Bersifat riya, dan malas
-          Menyuruh kemungkaran dan mencegah kebajikan, suka adu domba
-          Suka berbohong, ingkar janji, kikir, hedonis
-          Suka curiga terhadap orang lain, takut mati


1.      Manusia sebagai individu
    Individu adalah seorang manusia yang tidak hanya memiliki peranan khas dalam lingkungan sosialnya melainkan juga memiliki kepribadian serta pola tingkah laku yang spesifik.Para sarjana telah sepakat bahwa pribadi tiap orang itu tumbuh atas dua kekuatan, yaitu kekuatan dari dalam dan kekuatan dari luar.
     Dalam membentuk kepribadian manusia, faktor intern dan faktor ekstern saling memengaruhi, pribadi terpengaruh lingkungan dan lingkungan diubah oleh pribadi. Faktor intern yang ada dalam pribadi manusia terus berkembang, dan hasil perkembangannya dipergunakan untuk mengembangkan pribadi tersebut lebih lanjut.
Selain perbedaan fisik, keunikan psikis tiap manusia membawa perbedaan-perbedaan mendasar. Secara psikologis, manusia sebagi objek dakwah dibedakan oleh berbagai aspek :
-          Sifat-sifat kepribadian yaitu adanya sifat-sifat manusia yang penakut, pemarah, suka bergaul, peramah, sombong, dan sebagainya.
-          Intelegensi
-          Pengetahuan
-          Keterampilan
-          Nilai-nilai
-          Peranan
2.      Manusia sebagai Anggota Masyarakat
      Manusia secara hakiki merupakan mahluk sosial sejak ia dilahirkan ia memerlukan orang lain untuk memenuhi segala kebutuhannya.Masyarakat sebagai objek dakwah atau sasaran dakwah adalah salah satu unsur yang penting dalam sistem dakwah yang tidak kalah peranannya dibandingkan dengan unsur-unsur dakwah yang lain.
      Masyarakat dapat memiliki arti luas dan sempit.Dalam arti luas masyarakat adalah keseluruhan hubungan-hubungan dalam hidup bersama dan tidak dibatasi oleh lingkungan, bangsa, dan sebagainya.Dalam arti sempit, masyarkat adalah hubungan sekelompok manusia yang dibatasi oleh aspek-aspek tertentu.
Masyarakat yang merupakan sasaran dakwah (objek dakwah) tersebut meliputi masyarakat yang dilihat dari berbagai segi:
1.      kelompok masyarakat dilihat dari segi sosiologis.
2.      golongan masyarakat dilihat dari segi struktur kelembagaan.
3.      kelompok masyarakat dilihat dari segi sosiokultural.Klasifikasi ini terutama terletak dalam masyarakat jawa.
4.      golongan masyarakat dilihat dari segi tingkat usia
5.      Golongan masyarakat yang dilihat dari segi okupasional.
6.      Golongan masyarakat dilihat dari segi tingkat hidup sosial-ekonomis.
7.      Golongan masyarakat yang dilihat dari segi jenis kelamin
8.      Sasaran yang berhubungan dengan golongan dilihat dari segi khusus berupa golongan masyarakat tunuasusila, tunawisma, tunakarya, narapidana, dan lain sebagainya.

Masyarakat dalam perkembangannya sangat dipengaruhi oleh berbagai hal diantaranya adalah sebagai berikut :
a.       Pengaruh Budaya
      Budaya adalah segala daya dan aktivitas manusia untuk mengolah dan mengubah alam. Dalam bahasa Indonesia kebudayaan berasal dari bahasa sanskerta “Budhayah” yakni bentuk jamak dari budhi yang berarti akal. Jadi, kebudayaan adalah hasil budi atau akal manusia untuk kesempurnaan hidup.Sedangkan kata budaya merupakan perkembangan majemuk dari “budi daya” yang berarti “daya dari budi” sehingga dibedakan antara “budaya” yang berarti “daya dari budi” yang berupa cipta, karsa, dan rasa dengan kebudayaan yang berarti hail dari cipta, karsa, dan rasa.[17]
       Dengan demikian, secara umum kebudayaan meliputi segala sesuatu yang dihasilkan dari cipta, rasa, karsa manusia yang bersifat materiil maupun nonmateriil seperti norma, nilai, kepercayaan, pengetahuan.
       Para budayawan  sering mengatakan norma sebagai tingkah laku rata-rata, tingkah laku khusus atau selalu yang dilakukan berulang-ulang. Nilai adalah konsep-konsep abstrak yang dimilki oleh setiap individu tentang apa yang dianggap baik atau buruk. Unsur penting kebudayaan berikutnya adalah kepercayaan yang merupakan konsep manusia tentang individu, orang lain serta semua aspek yang berkaitan dengan biologi, fisik, sosial.Kebudayaan suatu masyarakat dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain adalah:
-          Faktor Geografis
Letak geografis artinya, tempat tinggal suatu masyarakat. Selain itu, alam dan iklim juga sangat berpengaruh terhadap kebudayaan dan peradaban masyarakat tersebut.
-          Faktor Keturunan
Masyarakat adalah keturunan dari dua orang yakni Adam dan Hawa. Namun, setelah sekian ribu tahun dari keturunan dua insan tersebut berkembang menjadi miliaran manusia dimuka bumi.
-          Pengaruh dari Dunia Luar
Perpindahan dari bangsa-bangsa ke bangsa lain sejak dahulu kala sudah sering terjadi. Perpindahan antar bangsa sangat berpengaruh terhadap kebudayaan suatu bangsa dapat luntur dan bercampur. Pengaruh kebudayaan luar ini memungkinkan terjadinya tiga peristiwa :
·         Kebudayaan asli dapat dimusnahkan oleh kebudayaan pendatang.
·         Kebudayaan asli dengan pendatang akan bercampur menjadi satu.
·         Antara keduanya kebudayaan tersebut akan berdampingan, dan saling memajukan.
b.      Organisasi Sosial
     Setiap masyarakat, memiliki hubungan sosial yang bervariasi yang terkristalisasi dalam kelompok-kelompok sosial. Relasi dalam kelompok-kelompok sosial ini dipengaruhi oleh kepercayaan, norma, dan sikap kelompok. Organisasi-organisasi sosial memiliki peranan besar dalam kehidupan manusia, sebagai contoh sebuah organisasi keagamaan yang merupakan sumbernilai, kebiasaan, dan kepercayaan. Dalam lingkup yang lebih besar, negara dapat dikatakan sebagai organisasi sosial, dimana ia merupakan sumber dari norma-norma dan nilai bagaimana warganya berperilaku.
     Kehidupan beragama di Indonesia dilindungi dan dipelihara oleh negara. Dengan demikian, dakwah Islam juga dilindungi dan dibina oleh negara. Hal ini di buktikan susunan pemerintahan negara Indonesia yang mana didalamnya terdapat Menteri Agama yang memimpin Departemen Agama.
       Karena pemegang kekuasaan suatu negara atas daerah tertentu sangat memengaruhi politik suatu negara, maka seorang Da’i dalam menentukan startegi dakwahnya harus benar-benar memerhatikan pemegang kekeuasaan negara tersebut, bagaimana ideologinya, kepribadiannya, dan lain-lain, sebab faktor-faktor tersebut dapat menjadi penunjang dan penghambat tercapainya tujuan dakwah.
      Dalam konteks yang lebih umum, ketika melakukan aktivitas berdakwah, seorang Da’i dituntut memerhatikan budaya masyarakat serta organisasi-organisasi sosial yang melingkupi sehingga tidak terjadi benturan antara dakwah dan kultur masyarakat atau aturan-aturan organisasi sosial termasuk aturan-aturan negara pemerintah.
D.    Pengaruh Dakwah Islam Terhadap Individu dan Masyarakat
     Islam sebagai agama yang universal sangat memerhatikan manusia sebagai individu, karena individu merupakan dasar bagi tercipatanya msyarakat yang sejahtera, makmur, dan damai. Perhatian Islam terhadap manusia sebagai individu terletak apada perhatiannya terhadap sisi spiritual dan material manusia. Islam sangat konsens terhadap pendidikan manusia terutama yang berkaitan dengan aspek jasmani dan rohani dengan memberikan porsi pendidikan yang sama dengan tidak membedakan antar satu sisi dengan yang lainnya. Islam melihat individu secara menyeluruh yang sesuai dengan fitrahnya sebagai manusia yang mempunyai jiwa dan raga.
     Dalam Islam, manusia secara individu dianjurkan untuk memerhatikan dan meningkatkan kualitas hidupnya, baik yang berkaitan dengan dunia, maupun di akhirat nanti.Islam sebagai agama yang membawa syariat baru sebagai pelengkap syariat-syariat sebelumnya, juga melandaskan ajarannya pada kemashlahatan manusia, yang berarti bahwa ajaran Islam diturunkan oleh Allah untuk memberikan bimbingan-bimbingan dan arahan-arahan demi kemashlahatan manusia agar dapat mencapai individu-individu dan salaeh dan berguna bagi diri sendiri dan masyarakat.
      Islam mengajarkan kepada setiap manusia untuk selalu berbuat baik dan menjauhi perbuatan jahat. Islam juga mengajarkan persamaan hak-hak dan kewajiban setiap muslim dihadapan Allah. Setiap muslim diajarkan untuk bertanggung jawab terhadap perbuatannya yang harus dapat menerima konsekuensi dari apa yang telah mereka lakukan.Yang jelas, Islam mengajak setiap orang baik muslim atau non muslim untuk berlomba-lomba melakukan kebaikan yang menjadi ajaran universal para rasul.
      Menurut al-Sayyid Sabiq, Islam memberikan perhatian terhadap manusia sebagi individu dalam tiga  hal : jasmani, akal, moral. Perhatian terhadap jasmani mencakup penjagaan terhadap kesehatan jasmani agar ia mempunyai raga yang kuat yang jauh dari penyakit, sehingga akan mampu menghadapi berbagai macam kesulitan. Sedangkan yang berkaitan dengan akal, Islam mengajak agar setiap individu dapat berfikir sehat dan jernih sehingga dapat mengambil keputusan berdasarkan kejujuran, kedailan, dan mampu untuk memahami lingkungan yang mengelilingi dan dapat belajar dari perjalanan umat-umat terdahulu. Sedangkan moral berkaitan dengan ajakan untuk melatih hati agar mempunyai kecenderungan akan kebaikan dan menjauhi keburukan.
      Dalam konteks ajaran Islam, individu tak bisa dipisahkan dari masyarakat. Manusia itu sendiri diciptakan tuhan terdiri dari laki-laki dan permpuan, bersuku-suku, dan berbangsa-bangsa agar mereka saling mengenal satu sama lain dan juga saling memberi manfaat. Disamping adanya perlindungan terhadap individu, juga terdapat perlindungan terhadap masyaraka. Dalam hukum Islam juga dikenal konsep “al-dharuriyyat al-khams” yang menggambarkan konsep masyarakat dimana setiap individu harus dijamin hak-haknya.
       Menurut al-Quran, meski masyarakat itu merupakan kerja sama horizontal antar manusia, tetapi ia merupakan bagian dari hubungan vertikal dengan tuhan. Masyarakat terbentuk sebgai wujud ketergantungan suatu individu terhadap orang lain, karena manusia memang mahluk sosial. Al-Quran juga membimbing mereka dalam membangun sebuah masyarakat. Tatanan masyarakat yang dikehendaki al-Quran adalah masyarakat yang adil, berdasarkan etika. Model masyarakat yang seperti itu, hanya mungkin terwujud apabila memiliki suatu ideologi yang benar. Dakwah Islam dalam hal ini mengajak masyarakat untuk dapat mewujudkan kehidupan yang tenteram, aman, dan selamat sebagai rahmatan lil ‘aalamiin.
E.     Da’i dan Kepribadiannya
    Dakwah dalam Islam merupakan tugas yang sangat mulia, yang juga merupakan tugas para nabi dan rasul, juga merupakan tanggung jawab setiap muslim. Dakwah bukanlah pekerjaan yang mudah, dan juga tidak dapat dilakukan oleh sembarangan orang. Seorang Da’i harus mempunyai persiapan-persiapan yang matang baik dari segi keilmuan ataupun dari segi budi pekerti. Sangat susah dibayangkan bahwa suatu dakwah akan berhasil, jika seorang da’i tidak mempunyai ilmu pengetahuan yang memadai dan tingkah laku yang buruk baik secara pribadi maupun sosial.
     Juru dakwah adalah salah satu faktor dalam kegiatan dakwah yang menempati posisi yang sangat penting dalam menentukan berhasil atau tidaknya kegiatan dakwah.Seorang muslim yang hendak menyampaikan dakwah khususnya juru dakwah profesional yang mengkhususkan diri di bidang dakwah seyogianya memiliki kepribadian yang baik untuk menunjang keberhasilan berdakwah.
      Sosok da’i yang memiliki kepribadian sangat tinggi dan tak pernah kering di gali adalah pribadi Rasulullah SAW dapat dilihat dari pernyataan al-Quran dalam surat al-Ahzab ayat 21 yang artinya : Sesungguhnya telah ada pada diri rasulullah itu suri tauladan yang baik bagi yang mengharap rahmat Allah dan kedatangannya hari kiamat dan banyak menyebut Allah.
      Keteladanan Rasulullah memiliki pengaruh yang amat besar dalam membantu kaum muslimin untuk mengenal islam secara teori dan praktek, serta meneladaninya dalam berbagai masalah kecil maupun besar, baik dalam hal ibadah, muamalat, maupun amal-amal harian.Saat ini kita dapat mengukur sejauh mana keberhasilan generasi pertama dalam meneladani Rasulullah.[18]
     Klasifikasi kepribadian Da’I yang bersifat psyches (rohaniah) mencakup sifat, sikap, dan kemampuan dari pribadi Da’i. ketiga masalah tersebut mencakup keseluruhan kepribadian yang harus dimiliki.
1.      Sifat-sifat Da’i
-          Lemah lembut dalam menyampaikan dakwah
-          Tawadhu’ dan rendah hati
-          Ramah, dan penuh pengertian
-          Tidak memiliki sifat egois
2.      Sikap seorang da’i
-          Berakhlak mulia
-          Disiplin dan bijaksana
-          Berpandangan luas
-          Berpengetahuan yang cukup
     Dan jika kepribadian dipandang dari segi jasmani,seorang da’i hendaknya sehat jasmaninya, dan juga berpakaian sopan dan rapi.Dan tentunya masih banyak lagi.Jelasnya, da’i adalah suri tauladan bagi masyarkat.Karena sebagai panutan, maka sudah selayaknya bahwa figur seorang da’i adalah figur yang dicontoh dalam segala aspek kehidupan manusia muslim.[19]






BAB III

A.    KESIMPULAN
Telah banyak aliran psikologi yang melahirkan teori-teori tentang manusia, tetapi ada empat pendekatan yang paling dominan:
-          Psikoanalisis
-          Behaviorisme
-          Kognitif
-          Humanistik

Dalam al-qur’an terdapat empat kata atau istilah yang di gunakan untuk menunjukan manusia. Pertama, kata “ins” yang kemudian membentuk kata insan dan unas. Kata “insan” di ambil dari asal kata “uns” yang mempunyai arti jinak, tidak liar, senang hati, tampak atau terlihat. Seperti dalam firman Allah dalam surat at-Tin : 4.

Da’i dan kepribadiannya
1.      kepribadian yang bersifat rohaniah
-          Sifat-sifat Da’i
-          Sikap seorang da’i
2.      Kepridian yang bersifat jasmani
-          Sehat jasmani
-          Berpakaian sopan dan rapi
                Mad’u (objek dakwah) dan kondisinya
-          Manusia sebagai individu
-          Manusia sebagai anggota masyarakat (kelompok)

B.     PENUTUP
Demikian pemaparan makalah yang dapat kami sampaikan, kritik dan saran sangat kami harapkan guna untuk menjadi bahan acuan pembuatan makalah yang akan datang, semoga makalah ini dapat bermanfaat untuk kita semua.



DAFTAR PUSTAKA


Amin, Samsul, Munir. 2013. Ilmu Dakwah. Jakarta : Amzah.
Djalaluddin. 2009.Psikologi Agama.Jakarta:  PT Raja Grafindo Persada.
Faizah, Lalu Muchsin Effendi. 2006. Psikologi Dakwah. Jakarta: Prenada Media Group.
Munir, M. 2003. Metode Dakwah. Jakarta: Prenada Media.
Ilahi, Wahyu. 2013. Komunikasi Dakwah. Bandung : Remaja Rosdakarya.
Prawira, Purwa, Atmaja. 2012. Psikologi Umum. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media.
Rohmah, Noer. 2013. Pengantar Psikologi Agama.Yogyakarta: Teras.
Widagdho, Djoko. 2012. Ilmu Budaya Dasar. Jakarta: Bumi Aksara.





                   [1] Faizah dan Lalu Muchsin Effendi., Psikologi Dakwah, Kencana, 2006, hal.44
                   [2] Djalaluddin., Psikologi Agama, Rajawali Pers, 2007, hal. 213
                   [3] Ibid., hal. 44
                   [4] Op. Cit., hal. 213
                   [5] Noer Rohmah., Pengantar Psikologi Agama, Teras, 2013, hal. 324
                   [6] Ibid., hal 45
                   [7] Ibid., hal 48
                   [8] Op. cit., hal 51
                   [9] Op. Cit., hal 53
                 [10] Purwa Atmaja Prawira., Psikologi Umum, Ar-Ruzz Media, 2012, hal. 209
                 [11] Ibid., hal 57
              [12] Ibid., hal 64
              [13] Ibid., hal 68
                  [14] Op. Cit., hal. 70
                  [15] M.Munir, Metode Dakwah, Jakarta: Prenada Media, 2003, hlm 105
                  [16] Noer Rohmah, Pengantar Psikologi Agama, Yogyakarta : Teras, 2013, hlm. 328
                 [17] Djoko Widagdho., Ilmu Budaya Dasar, Bumi Aksara, 2012, hal. 18
         [18] Lihat:  M.Munir., hal.199
         [19] Samsul Munir Amin,  Ilmu Dakwah, Amzah, 2009, hal. 78

Tidak ada komentar:

Posting Komentar