Strukturalisme dalam Penelitian Sastra
Oleh : Akhsanul Marom
Sastra secara umum didefinisikan adalah sebuah kreativitas seni
dalam berbahasa yang berbentuk tulisan maupun lisan. Kedatangan sastra dalam
peradaban manusia bukanlah hal yang baru. Dari masa ke masa, sastra dapat memberikan
sedikit banyak mengenai gambaran kehidupan yang ada pada saat penciptaan karya
sastra itu, meskipun tidak semua karya sastra seperti itu dan karya tersebut
bersifat fiktif namun dalam sebuah karya sastra terdapat cerminan dunia yang
telah dialami oleh pencipta karya sastra tersebut dalam keadaan sadar ataupun
tidak sadar. Disisi lain, sastra juga bersifat memberikan sebuah informasi dan
nilai-nilai normatif yang ingin disampaikan oleh penciptanya. Dengan kata lain,
sastra adalah wujud pengekspresian isi hati dalam sebuah karya seni baik
tertulis maupun tidak.
Sebagaimana penjabaran diatas, dikarenakan sifat karya sastra yang
memberikan informasi dan merupakan wujud pengekspresian isi hati maka muncullah
banyak sekali penelaah yang meneliti sastra. Fungsi dari sastrawan dan penelaah
sastra sangatlah berbeda. Dalam buku teori kesusastraan Rene Wellek dan Austin
Warren mengatakan “seorang penelaah sastra harus dapat menerjemahkan pengalaman
sastranya dalam bahasa ilmiah, dan dapat menjabarkannya dalam uraian yang jelas
dan rasional. Mungkin saja bahan studinya sedikit banyak mengandung unsur yang
tidak rasional. Tetapi dalam hal ini, posisi seorang penelaah tak lebih dari
posisi seorang sejarawan seni rupa atau musik-atau bahkan, seorang ahli
sosiologi atau anatomi.” (1995: 3). Munculnya penelaah ini kemudian meluncurkan
beberapa teori-teori yang digunakan sebagai alat untuk meneliti atau menelaah
sastra.
Salah satu teori sebagai alat penelitian adalah teori
strukturalisme yang bersifat komplek. Hal semacam ini harus dikaji dan dipahami
mendalam agar diperoleh landasan-landasan yang konseptual dan kemudian dapat
membantu dalam penelitian sastra itu sendiri. Struktur itu sendiri merupakan keseluruhan
yang disusun oleh beberapa fragmen. Strukturalis beranggapan bahwa sesuatu yang
komplek atau keseluruhan akan lebih berarti dibandingkan dengan sebuah fragmen
atau satu bagian. Mengutip perkataan Foley, dalam buku metode penelitian
sastra, bahwa doktrin pokok strukturalisme adalah bahwa hakikat sebuah benda
tidaklah terletak pada benda itu, namun terletak pada keterkaitan unsur-unsur
penyusun benda tersebut. Tidak unsur yang memiliki makna pada dirinya sendiri
secara otonom, kecuali unsur tersebut berhubungan dengan makna semua unsur
didalam sistem struktur yang bersangkutan. (Siswantoro, 2010; 13). Banyak
sekali yang menganggap bahwa karya sastra adalah refleksi dari kehidupan nyata
dan sebuah alat untuk mengekspresikan diri, Namun strukturalis berpandangan
bahwa strukturalisme menolak karya sastra sebagai cerminan realitas, dan
bersifat mandiri.
Awalnya strukturalisme adalah paham filsafat yang memandang dunia
sebagai realitas berstruktur. Dunia sebagai sesuatu yang teratur dan tertib,
sebuah relasi dan keharusan. Jaringan relasi ini merupakan struktur yang
bersifat otonom. Orang-orang yang menganut paham ini disebut sebagai
strukturalis. Kelompok ini memandang karya sastra sebagai struktur yang
bersifat otonom. Oleh karena itu, sebagai contoh puisi, dikatakan memiliki
makna jikalau bagian internalnya memiliki sistem atau keterkaitan. Keterkaitan
ini telah menjadi prinsip dari aliran ini, selain itu strukturalisme menekankan
pada kompleksitas dan otonomi dari karya sastra sehingga tidak memikirkan unsur
dari luar karya sastra. Namun kehadiran Levi Strauss dan Propp yang menelaah
struktur dari sebuah cerita rakyat, menyatakan bahwa strukturalisme berkaitan
dengan filsafat, selain itu strukturalisme mampu menggambarkan pemikiran
pencipta cerita. Hal ini dapat disimpulkan bahwa strukturalisme berhubungan
dengan hal-hal lain di luar struktural cerita.
Berkaitan dengan aliran strukturalisme ini Siswantoro (2010; 20)
mengutip pendapat Hawkes, Hawkes (1978: 17) berpendapat “konsep baru ini, bahwa
dunia tersusun dari hubungan-hubungan ketimbang terdiri dari benda-benda yang
berdiri sendiri merupakan prinsip pertama cara pandang new criticism. Secara
sederhana aliran ini mengaku bahwa hakikat setiap unsur didalam suatu situasi
sesungguhnya tidak memiliki makna atau peran pada dirinya sendiri, sebab peran
sesungguhnya ditentukan oleh hubungannya dengan sesama unsur lain yang ada
didalam situasi tersebut. Singkat kata, makna penuh sebuah entitas(satuan) atau
pengalaman tidak dapat dipahami kecuali entitas tersebut diintegrasikan ke
dalam struktur yang mencakup entitas tersebut”.
Stukturalisme, sampai dengan masa ini, masih sangat diperhitungan sebagai
senjata utama penelitian dalam dunia sastra, baik diberbagai perguruan tinggi
ataupun di banyak pusat pengembangan bahasa. Karena menggunakan aliran atau
paham strukturalisme ini penelaah akan fokus pada unsur intrinsik karya sastra,
tidak terpecah fokus terhadap aspek di luar karya sastra.
Dalam paham strukturalisme, karya sastra yang bagus adalah karya
sastra yang setiap unsurnya berkaitan satu sama lain membentuk satu kesatuan
yang padu dan memiliki makna. Selain itu, hubungan antar unsur dalam kesatuan
tersebut hendaknya memiliki tujuan dan bersifat estetis. Oleh karenanya paham
ini tidak melihat unsur-unsur dari luar karya sastra maka bentuk, pola, serta
isi adalah fokus utama penelitian strukturalisme.
Langkah-langkah yang perlu dilakoni oleh peneliti dalam meneliti
menggunakan penelitian struktural adalah sebagai berikut; pertama, peneliti
harus membangun teori struktur sastra yang sesuai dengan genre karya sastra
yang akan diteliti. Oleh karena itu harus menggunakan salah satu pendapat
tentang unsur struktur sebagai acuan awal. Misal dalam meneliti cerpen peneliti
dapat menggunakan teori William Kenney atau Robert Stanson. Kedua, membaca
dan mendata unsur-unsur yang terkandung dalam karya sastra yang sedang teliti. Ketiga,
peneliti harus melakukan analisis pada unsur-unsur yang telah terdata,
lakukan analisis pada unsur tema lebih awal. Karena pada tema peneliti dapat
mendapat gambaran analisis unsur-unsur lain yang bersifat komprehensif dalam
keterkaitannya dengan unsur tema. Keempat, melakukan penelitian dengan
cermat dan dengan kesadaran penuh. Hal yang perlu diperhatikan adalah
menghubungkan setiap fragmen-fragmen, unsur-unsur atau partikel-partikel dalam
karya sastra yang tengah diteliti, kemudian mendapatkan kesatuan yang padu yang
memberikan makna, dan agar penelitian itu mendapatkan hasil yang spesifik dan
matang.
Penelitian struktural ini dipandang lebih obyektif daripada
penelitian yang lain, karena penelitian ini fokus pada unsur-unsur yang ada
dalam karya sastra, tidak melebar luas pada unsur diluar karya sastra.
Penelitian struktural pada umumnya mengandalkan pendekatan egosentrik yaitu
pendekatan yang berpusat kepada teks sastra yang tengah diteliti. Dalam
penelitian struktural, unsur teks secara sendiri-sendiri tidaklah penting,
karena pada penelitian ini terfokus pada keseluruhan atau kesatuan yang padu
dari unsur-unsur dalam karya sastra tersebut, unsur teks yang berdiri sendiri
akan memiliki makna penuh ketika berelasi satu sama lain. Selain itu,
penelitian ini menekankan bahwa karya sastra itu bersifat otonom atau mandiri.
Keindahan teks sastra terletak pada pemilihan bahasa yang digunakan dan
korelasi antar unsur pada teks tersebut.
Sebagai salah satu model penelitian, strukturalisme sudah tentu
memiliki kelemahan. Kelemahan tersebut antara lain : melalui struktural karya
sastra seolah diasingkan dari konteks fungsinya sehingga dapat kehilangan
relevansi sosial, tercabut dari sejarah, dan terpisah dari humaniora.
Analisis strukturalisme umumnya mengandalkan paham positivistik,
yaitu berdasarkan tekstual. Peneliti membangun teori analisis struktural
kemudian diterapkan untuk menganalisis teks. Yang menjadi masalah analisis
strukturalisme antara lain pada pemilihan data teks. Seringkali peneliti
tergoda untuk meneliti karya-karya pengarang ternama saja. Padahal, penentuan
karya yang subyektif seperti ini menyebabkan penelitian strukturalisme kurang
berimbang pada beberapa pusat penelitian.
Bibliography
Wellek, Rene & Austin W. Teori Kesusastraan. Jakarta : Penerbit
PT Gramedia Pustaka Utama, 1995. Print.
Siswantoro. Metode Penelitian Sastra Analisis Struktur Puisi. Yogyakarta
: Penerbit Pustaka Pelajar. 2010. Print.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar