Selasa, 16 Mei 2017

Strukturalisme dalam Penelitian Sastra




Strukturalisme dalam Penelitian Sastra
Oleh : Akhsanul Marom
Sastra secara umum didefinisikan adalah sebuah kreativitas seni dalam berbahasa yang berbentuk tulisan maupun lisan. Kedatangan sastra dalam peradaban manusia bukanlah hal yang baru. Dari masa ke masa, sastra dapat memberikan sedikit banyak mengenai gambaran kehidupan yang ada pada saat penciptaan karya sastra itu, meskipun tidak semua karya sastra seperti itu dan karya tersebut bersifat fiktif namun dalam sebuah karya sastra terdapat cerminan dunia yang telah dialami oleh pencipta karya sastra tersebut dalam keadaan sadar ataupun tidak sadar. Disisi lain, sastra juga bersifat memberikan sebuah informasi dan nilai-nilai normatif yang ingin disampaikan oleh penciptanya. Dengan kata lain, sastra adalah wujud pengekspresian isi hati dalam sebuah karya seni baik tertulis maupun tidak.
Sebagaimana penjabaran diatas, dikarenakan sifat karya sastra yang memberikan informasi dan merupakan wujud pengekspresian isi hati maka muncullah banyak sekali penelaah yang meneliti sastra. Fungsi dari sastrawan dan penelaah sastra sangatlah berbeda. Dalam buku teori kesusastraan Rene Wellek dan Austin Warren mengatakan “seorang penelaah sastra harus dapat menerjemahkan pengalaman sastranya dalam bahasa ilmiah, dan dapat menjabarkannya dalam uraian yang jelas dan rasional. Mungkin saja bahan studinya sedikit banyak mengandung unsur yang tidak rasional. Tetapi dalam hal ini, posisi seorang penelaah tak lebih dari posisi seorang sejarawan seni rupa atau musik-atau bahkan, seorang ahli sosiologi atau anatomi.” (1995: 3). Munculnya penelaah ini kemudian meluncurkan beberapa teori-teori yang digunakan sebagai alat untuk meneliti atau menelaah sastra.
Salah satu teori sebagai alat penelitian adalah teori strukturalisme yang bersifat komplek. Hal semacam ini harus dikaji dan dipahami mendalam agar diperoleh landasan-landasan yang konseptual dan kemudian dapat membantu dalam penelitian sastra itu sendiri. Struktur itu sendiri merupakan keseluruhan yang disusun oleh beberapa fragmen. Strukturalis beranggapan bahwa sesuatu yang komplek atau keseluruhan akan lebih berarti dibandingkan dengan sebuah fragmen atau satu bagian. Mengutip perkataan Foley, dalam buku metode penelitian sastra, bahwa doktrin pokok strukturalisme adalah bahwa hakikat sebuah benda tidaklah terletak pada benda itu, namun terletak pada keterkaitan unsur-unsur penyusun benda tersebut. Tidak unsur yang memiliki makna pada dirinya sendiri secara otonom, kecuali unsur tersebut berhubungan dengan makna semua unsur didalam sistem struktur yang bersangkutan. (Siswantoro, 2010; 13). Banyak sekali yang menganggap bahwa karya sastra adalah refleksi dari kehidupan nyata dan sebuah alat untuk mengekspresikan diri, Namun strukturalis berpandangan bahwa strukturalisme menolak karya sastra sebagai cerminan realitas, dan bersifat mandiri.
Awalnya strukturalisme adalah paham filsafat yang memandang dunia sebagai realitas berstruktur. Dunia sebagai sesuatu yang teratur dan tertib, sebuah relasi dan keharusan. Jaringan relasi ini merupakan struktur yang bersifat otonom. Orang-orang yang menganut paham ini disebut sebagai strukturalis. Kelompok ini memandang karya sastra sebagai struktur yang bersifat otonom. Oleh karena itu, sebagai contoh puisi, dikatakan memiliki makna jikalau bagian internalnya memiliki sistem atau keterkaitan. Keterkaitan ini telah menjadi prinsip dari aliran ini, selain itu strukturalisme menekankan pada kompleksitas dan otonomi dari karya sastra sehingga tidak memikirkan unsur dari luar karya sastra. Namun kehadiran Levi Strauss dan Propp yang menelaah struktur dari sebuah cerita rakyat, menyatakan bahwa strukturalisme berkaitan dengan filsafat, selain itu strukturalisme mampu menggambarkan pemikiran pencipta cerita. Hal ini dapat disimpulkan bahwa strukturalisme berhubungan dengan hal-hal lain di luar struktural cerita.
Berkaitan dengan aliran strukturalisme ini Siswantoro (2010; 20) mengutip pendapat Hawkes, Hawkes (1978: 17) berpendapat “konsep baru ini, bahwa dunia tersusun dari hubungan-hubungan ketimbang terdiri dari benda-benda yang berdiri sendiri merupakan prinsip pertama cara pandang new criticism. Secara sederhana aliran ini mengaku bahwa hakikat setiap unsur didalam suatu situasi sesungguhnya tidak memiliki makna atau peran pada dirinya sendiri, sebab peran sesungguhnya ditentukan oleh hubungannya dengan sesama unsur lain yang ada didalam situasi tersebut. Singkat kata, makna penuh sebuah entitas(satuan) atau pengalaman tidak dapat dipahami kecuali entitas tersebut diintegrasikan ke dalam struktur yang mencakup entitas tersebut”.
Stukturalisme, sampai dengan masa ini, masih sangat diperhitungan sebagai senjata utama penelitian dalam dunia sastra, baik diberbagai perguruan tinggi ataupun di banyak pusat pengembangan bahasa. Karena menggunakan aliran atau paham strukturalisme ini penelaah akan fokus pada unsur intrinsik karya sastra, tidak terpecah fokus terhadap aspek di luar karya sastra.
Dalam paham strukturalisme, karya sastra yang bagus adalah karya sastra yang setiap unsurnya berkaitan satu sama lain membentuk satu kesatuan yang padu dan memiliki makna. Selain itu, hubungan antar unsur dalam kesatuan tersebut hendaknya memiliki tujuan dan bersifat estetis. Oleh karenanya paham ini tidak melihat unsur-unsur dari luar karya sastra maka bentuk, pola, serta isi adalah fokus utama penelitian strukturalisme.
Langkah-langkah yang perlu dilakoni oleh peneliti dalam meneliti menggunakan penelitian struktural adalah sebagai berikut; pertama, peneliti harus membangun teori struktur sastra yang sesuai dengan genre karya sastra yang akan diteliti. Oleh karena itu harus menggunakan salah satu pendapat tentang unsur struktur sebagai acuan awal. Misal dalam meneliti cerpen peneliti dapat menggunakan teori William Kenney atau Robert Stanson. Kedua, membaca dan mendata unsur-unsur yang terkandung dalam karya sastra yang sedang teliti. Ketiga, peneliti harus melakukan analisis pada unsur-unsur yang telah terdata, lakukan analisis pada unsur tema lebih awal. Karena pada tema peneliti dapat mendapat gambaran analisis unsur-unsur lain yang bersifat komprehensif dalam keterkaitannya dengan unsur tema. Keempat, melakukan penelitian dengan cermat dan dengan kesadaran penuh. Hal yang perlu diperhatikan adalah menghubungkan setiap fragmen-fragmen, unsur-unsur atau partikel-partikel dalam karya sastra yang tengah diteliti, kemudian mendapatkan kesatuan yang padu yang memberikan makna, dan agar penelitian itu mendapatkan hasil yang spesifik dan matang.
Penelitian struktural ini dipandang lebih obyektif daripada penelitian yang lain, karena penelitian ini fokus pada unsur-unsur yang ada dalam karya sastra, tidak melebar luas pada unsur diluar karya sastra. Penelitian struktural pada umumnya mengandalkan pendekatan egosentrik yaitu pendekatan yang berpusat kepada teks sastra yang tengah diteliti. Dalam penelitian struktural, unsur teks secara sendiri-sendiri tidaklah penting, karena pada penelitian ini terfokus pada keseluruhan atau kesatuan yang padu dari unsur-unsur dalam karya sastra tersebut, unsur teks yang berdiri sendiri akan memiliki makna penuh ketika berelasi satu sama lain. Selain itu, penelitian ini menekankan bahwa karya sastra itu bersifat otonom atau mandiri. Keindahan teks sastra terletak pada pemilihan bahasa yang digunakan dan korelasi antar unsur pada teks tersebut.
Sebagai salah satu model penelitian, strukturalisme sudah tentu memiliki kelemahan. Kelemahan tersebut antara lain : melalui struktural karya sastra seolah diasingkan dari konteks fungsinya sehingga dapat kehilangan relevansi sosial, tercabut dari sejarah, dan terpisah dari humaniora.
Analisis strukturalisme umumnya mengandalkan paham positivistik, yaitu berdasarkan tekstual. Peneliti membangun teori analisis struktural kemudian diterapkan untuk menganalisis teks. Yang menjadi masalah analisis strukturalisme antara lain pada pemilihan data teks. Seringkali peneliti tergoda untuk meneliti karya-karya pengarang ternama saja. Padahal, penentuan karya yang subyektif seperti ini menyebabkan penelitian strukturalisme kurang berimbang pada beberapa pusat penelitian.

Bibliography
Wellek, Rene & Austin W. Teori Kesusastraan. Jakarta : Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama, 1995. Print.
Siswantoro. Metode Penelitian Sastra Analisis Struktur Puisi. Yogyakarta : Penerbit Pustaka Pelajar. 2010. Print.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar